Jakarta (ANTARA News) - Praktisi hukum Dr Todung Mulya Lubis menyatakan eksekusi hukuman mati di Indonesia pada apapun kasusnya hampir dipastikan menuai kontroversi, dan pihaknya akan mengajukan "judicial review" ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas semua klausul hukum positif di negeri ini sebagai langkah untuk menghapus hukum mati. Rencana itu disampaikan Todung bersama Ketua Fraksi PDS DPR Constant Ponggawa dan Wakil Ketua Fraksi PDIP Gayus Lumbuun serta anggota Fraksi PDS DPR Retna Rosmanita Situmorang di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Todung menjelaskan, sejak disahkan konvensi Wina 1990, ideologi yang berlaku di bangsa-bangsa di dunia sebenarnya adalah ideologi HAM. Karena itu, pelaksanaan hukum mati akan selalu menuai kritik dan kontroversi. Namun dia menyayangkan, di tengah kontroversi mengenai hukuman mati, Komnas HAM Indonesia tidak bersuara apapun mengenai hal ini, apalagi melakukan tindakan. "Saya sangat kecewa dengan Komnas HAM yang tidak bersikap terhadap hukuman mati, terlepas dari siapapun, Tibo Cs dan yang lain," katanya. Yang harus diwaspadai Indonesia sebagai negara yang masih menjalankan hukuman mati adalah kemungkinan suatu perkara hukum mati dilaporkan ke Komisi HAM PBB karena Komnas HAM di dalam negeri tidak memberi reaksi apapun atas hukum mati. Constant Panggawa, Gayus Lumbuun dan Retna Rosmawati menyatakan protes keras atas eksekusi hukum mati kepada Tibo Cs pada 22 September 2006. Retna menjadi koordinator bagi anggota DPR listas fraksi yang menandatangani pernyataan protes atas eksekusi tersebut. Penandatangan pernyataan mendesak pemerintah mengungkap kasus kerusuhan Poso dari tahun 1998 hingga tahun 2006 melalui pengadilan yang dilaksanakan di Jakarta dengan membentuk penyidik gabungan yang terdiri atas masyarakat, TNI dan Polri atau tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen dalam waktu dekat.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006