Jakarta (ANTARA) - Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok terbanyak ke-13 di dunia atau 37,9% dari total populasi sebesar 270 juta jiwa adalah perokok. Indonesia sendiri juga menjadi salah satu negara produsen rokok dengan tingkat produksi yang cukup besar dan berbagai jenis.

Jenis-jenis rokok yang bersebaran saat ini juga sangat bervariasi, mulai dari rokok konvensional hingga rokok elektrik.

Rokok konvensional kemudian dibedakan lagi berdasarkan isi racikan, proses pembuatan, serta ada atau tidaknya filter. Sedangkan rokok elektrik seperti vape, pods, dan sebagainya juga marak bersebar dengan beragam variasinya.

Kali ini Antara akan membahas beragam jenis rokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, mulai dari rokok konvensional hingga rokok elektrik.

Rokok konvensional

1. Rokok kretek
Rokok kretek adalah jenis rokok yang paling ikonik dan populer di Indonesia. Namanya berasal dari suara "kretek" yang dihasilkan saat rokok ini dibakar. Kretek terbuat dari campuran tembakau dan cengkeh, dengan tambahan berbagai bahan lain untuk memberikan rasa khas. Beberapa merek terkenal yang memproduksi rokok kretek di antaranya adalah Djarum, Gudang Garam, dan Sampoerna.

Rokok kretek sendiri terbagi menjadi dua jenis utama:
  • Rokok Kretek Tangan (SKT): Rokok ini dibuat secara manual dengan tangan dan cenderung memiliki ukuran yang lebih besar serta tarikan yang lebih berat. Proses pembuatan rokok ini biasanya dilakukan oleh pekerja di pabrik-pabrik rokok tradisional.
  • Rokok Kretek Mesin (SKM): Dibuat dengan menggunakan mesin, rokok kretek jenis ini lebih ringan dibandingkan SKT. Ukurannya lebih seragam, dan proses produksinya lebih efisien, memungkinkan distribusi yang lebih luas.

Rokok kretek juga terdapat dua varian, ada yang menggunakan filter dan ada yang tidak.

2. Rokok putih
Rokok putih merupakan rokok yang hanya terbuat dari tembakau tanpa adanya campuran cengkeh. Rokok ini lebih populer di kalangan masyarakat urban dan cenderung lebih umum ditemukan dalam produk rokok global.

Merek-merek internasional seperti Marlboro, Camel, Dunhill hingga Lucky Strike merupakan contoh dari produsen rokok putih. Kandungan tar dan nikotin dalam rokok putih bervariasi tergantung pada jenis dan mereknya, namun secara umum rokok ini dianggap lebih ringan dibandingkan dengan rokok kretek.

3. Rokok lintingan
Rokok lintingan atau sering disebut tembakau iris (TIS) adalah rokok yang dilinting secara manual oleh perokok itu sendiri, biasanya menggunakan tembakau lepas dan kertas linting.

Jenis rokok ini lebih ekonomis dan sering dipilih oleh konsumen dari kalangan menengah ke bawah. Meskipun secara teknis sama dengan rokok buatan pabrik, rokok lintingan sering dianggap lebih alami karena tidak melibatkan proses industri yang kompleks.

4. Cerutu
Jenis rokok yang satu ini mungkin lebih segmentif dengan harga yang lebih mahal perbatangnya. Cerutu terbuat dari lembaran daun tembakau kering yang kemudian digulung oleh lapisan daun tembakau lagi. Gulungan-gulungan itu lalu difermentasikan agar menghasilkan cita rasa dan aroma yang kuat.

Cerutu sebenarnya lebih banyak dikenal sebagai produk hasil tembakau dari Amerika Latin, khususnya negara Kuba. Peredarannya sendiri di Indonesia dipopulerkan oleh pemerintah Hindia Belanda yang membuka perkebunan tembakau di Deli Serdang (Sumatera Utara), Klaten (Jawa Tengah), dan Jember (Jawa Timur).

Rokok elektrik

1. Rokok elektrik pen
Sesuai namanya, bentuk rokok ini menyerupai pen atau pulpen berbentuk ramping yang mudah dibawa kemana-mana.

Rokok pen menghasilkan uap dengan cara memanaskan cairan atau liquid elektrik. Terdapat dua jenis elemen pemanas yang bisa dipilih untuk memanaskan cairan rokok ini, yaitu atomizer dan cartomizer.

2. Vape
Jenis merupakan rokok elektrik yang paling populer dan banyak digunakan. Berbentuk kotak atau pun tabung seukuran genggaman tangan, jenis ini memiliki bentuk yang berbeda dan lebih besar dibanding rokok konvensional ataupun elektrik lainnya.

Menggunakan liquid sebagai penghasil uap dan memiliki berbagai varian rasa membuat vape sangat digandrungi bagi mereka yang ingin menikmati sensasi merokok, namun dengan rasa yang unik mulai dari manis hingga rasa lainnya yang tidak terdapat pada rokok konvensional.

Vape juga menghasilkan asap yang lebih banyak dengan aroma yang tidak bau karena sesuai dengan beragam rasa yang ditawarkan.

3. Pods
Mirip dengan vape, namun pods memiliki bentuk yang lebih kecil dan efisien dibanding vape yang berukuran lebih besar. Rokok elektrik ini terdiri dari dua bagian, baterai dan pod e-juice (Liquid). Dalam rangkaian ini, pod berfungsi sebagai atomizer, tank, dan juga mouthpiece.

Selain itu alat ini juga menggunakan closed system, sehingga tegangannya tidak bisa diubah sembarangan. Dayanya pun rendah jika dibandingkan dengan jenis vape yang ada.

4. iQos
Salah satu jenis rokok elektrik yang sedang hangat penggunaannya di Indonesia. IQOS adalah perangkat rokok elektrik yang dikembangkan oleh perusahaan tembakau Philip Morris International (PMI). IQOS bekerja dengan memanaskan tembakau tanpa membakarnya. Teknologi ini dikenal dengan istilah "heat-not-burn", di mana tembakau dipanaskan pada suhu yang lebih rendah (sekitar 350°C) dibandingkan pembakaran tembakau pada rokok biasa (sekitar 800°C).

Produk ini dirancang untuk memberikan sensasi yang mirip dengan merokok, dengan menggunakan batang tembakau kecil yang disebut HEETS atau HeatSticks.

IQOS diklaim oleh produsen sebagai alternatif yang lebih aman karena mengurangi produksi zat berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran tembakau, meskipun klaim ini masih menjadi perdebatan di kalangan pakar kesehatan dan otoritas regulasi.

Secara umum, IQOS ditargetkan bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari rokok konvensional namun tetap ingin menikmati nikotin dengan cara yang serupa dengan merokok.

Mana yang lebih baik?

Rokok tembakau mengandung sekitar 250 jenis zat beracun dan 70 di antaranya diketahui bersifat karsinogenik. Bahkan, hanya dari asapnya saja, rokok tembakau mengandung ratusan senyawa berbeda dan sebagian bersifat racun bagi tubuh, seperti karbon monoksida, tar, hidrogen sianida, Formaldehida, hingga benzena.

Sama halnya dengan rokok konvensional atau tembakau, rokok elektrik juga mengandung beberapa zat yang berdampak buruk karena mengandung racun di dalamnya, seperti Formaldehida, asetaldehida, propylene glycol, glycerine, zat pemberi rasa (nitrosamine), kadmium, hingga logam berat, seperti nikel dan timbal.

Formaldehida dan asetaldehida termasuk dalam golongan karbonil yang bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Kadar kedua senyawa tersebut akan meningkat seiring naiknya suhu dari perangkat vaping yang digunakan. Suhu yang semakin tinggi juga akan meningkatkan jumlah nikotin.

Selain itu, zat perasa dalam rokok elektrik dapat menyebabkan gangguan pada mulut, tenggorokan, saluran pernapasan, dan saraf. Bahkan, dalam kasus yang lebih parah, zat perasa ini dapat menyebabkan penyakit paru serius, seperti emfisema dan bronchiolitis obliterans.

Meskipun jumlah nikotin pada rokok elektrik memang lebih sedikit daripada rokok tembakau biasa, dampak zat lain yang terkandung di dalam rokok elektrik bagi kesehatan masih perlu diteliti lebih lanjut sehingga belum bisa dinyatakan lebih aman daripada rokok tembakau.

Lalu, masalah ketergantungan. Pada prakteknya orang yang menggunakan rokok elektrik juga masih kerap merokok tembakau.

Sedangkan belum ada penelitian pasti tentang efektivitas berganti ke rokok elektrik lebih mampu meredam ketergantungan dibanding rokok konvensional.

Intinya baik rokok konvensional maupun rokok elektrik sama-sama memiliki dampak negatif bagi kesehatan penggunanya.

Plus minus masing-masing jenis tersebut tergantung pada pilihan dan selera pengguna dalam melihat mana yang lebih dapat dinikmati untuk aktivitas merokoknya sendiri.

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024