Sutradara Perancis Gerard Pires (Taxi) melakukan tindakan ekstrem ketika memaksa untuk tidak menggunakan efek CGI (computer generated image) bagi film terbarunya "Sky Fighters". Film yang menonjolkan kecanggihan pesawat tempur Perancis Mirage 2000 itu keseluruhannya direkam dengan kamera tradisional yang ditempelkan dipesawat Mirage 2000 lain. Gerard "terpaksa" menggunukan pesawat yang sama, karena hanya pesawat inilah yang dapat menandingi kecepatan pesawat yang menjadi "bintang" dari film tersebut. Dengan segala kesulitan tersebut, "Sky Fighters" menjadi sebuah film yang sangat membanggakan sang sutradara dan tim fotografi udaranya, karena segala pemandangan di atas pesawat Mirage 2000 tersebut adalah asli, bukan merupakan rekayasa komputer. Kisah dari film yang mengusung tagline "Top Gun untuk Generasi Baru" itu adalah mengenai dua orang pilot pasukan elit yang dipecat karena dianggap berbohong mengenai sebuah pesawat tempur yang dinyatakan hilang. Namun karena pihak militer membutuhkan bantuan dari semua pilot yang mampu menguasai Mirage 2000 untuk pengamanan KTT Eropa yang berlangsung sebentar lagi, Kapten Antoine "Walk`n" Marchelli (Benoit Magimel) dan Kapten Sebastien "Fahrenheit" Vallois (Clovis Cornillac) dipanggil lagi untuk menjalankan misi rahasia. Pihak militer curiga ada pengkhianat di kalangan pilot pesawat tempurnya dan tugas dari tim pimpinan Marchelli adalah untuk menemukan siapa pengkhianat tersebut dan menggagalkan tindakan terorisme yang dicurigai akan dilakukan ketika parade menyambut para kepala negara berlangsung. Dari segi cerita, "Sky Fighters" kurang menawarkan sesuatu yang baru. Beberapa film menggunakan pesawat tempur lainnya juga menawarkan plot yang kurang lebih sama seperti "Iron Eagle" yang menggunakan pesawat F-16, "Top Gun" yang dibintangi Tom Cruise atau "Stealth" yang menggunakan pesawat siluman AS. Yang membedakan adalah "Sky Fighters" yang menggunakan pilot-pilot elit Perancis untuk adegan pertempuran itu, tidak menggunakan efek komputer. Kamera tradisional yang lensanya dimodifikasi agar dapat berputar ke segala arah dipasang di dalam salah satu tangki bahan bakar kosong Mirage 2000 dimana pemasangannya dilakukan oleh Dassault, konsorsium yang membangun Mirage 2000 sendiri. Karena keterbatasan tempat, kamera yang dipasang itu hanya dapat menyimpan adegan sepanjang empat menit, yang membuat sutradara memutar otak dan memastikan bahwa setiap adegan yang direkam sudah optimal. "Tantangan" lain datang ketika ijin memfilmkan pesawat tempur tersebut di atas kota Paris hanya diberikan untuk dua hari, Hari Bastille yang jatuh pada 14 Juli dan saat gladi bersih dua hari sebelumnya. Karena cuaca buruk, pengambilan gambar pada saat gladi bersih tidak dapat dilakukan, sehingga sutradara dan timnya benar-benar harus memanfaatkan satu hari pada tanggal 14 Juli tersebut dengan sebaik-baiknya. Kesulitan-kesulitan tersebut mungkin menjadi satu penyebab kurang banyaknya adegan pertempuran udara dan "ending" biasa-biasa saja yang dipilih sang sutradara. Namun film yang menggunakan bahasa Perancis itu tetap menawarkan petualangan seru pesawat Mirage 2000 buatan Perancis itu dalam film yang seakan-akan menjadi ajang pamer kekuatan angkatan udara dari negara yang bersangkutan, meniru "Stealth" yang memamerkan kecanggihan pesawat tempur AS.(Arie Novarina)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006