kondisi yang kerap mendongkrak biaya operasional sejumlah BUMN karena sistem yang tidak efisien sehingga menyebabkan tingginya biaya logistik.

Jakarta (ANTARA News) - PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) Persero mengusulkan pembentukkan induk usaha (holding) BUMN di bidang maritim, khususnya sektor pelayaran, dengan salah satu fungsi untuk menekan biaya logistik perusahaan-perusahaan negara.

"Yang kita butuhkan sinergisnya dalam satu holding. Jadi sistem itu terintegrasi. Mungkin dampaknya tidak langsung setengahnya, namun bisa mencapai 25 persen pengurangannya," ujar Direktur Utama PT Pelni Syahril Japarin, di Jakarta, Senin.

Syahril menggambarkan, kondisi yang kerap mendongkrak biaya operasional sejumlah BUMN karena sistem yang tidak efisien sehingga menyebabkan tingginya biaya logistik.

Berdasarkan beberapa kajian, ujar Syahril, induk usaha BUMN untuk produksi pupuk, PT Pusri, kerap menggunakan kapal kargo hanya untuk sekali pengangkutan dalam suatu pelayaran. Jika pelayaran terintegrasi dan dikelola oleh induk usaha milik negara, suatu BUMN dapat melakukan dua kali pengangkutan untuk satu kali perjalanan.

"Pusri kirim pupuk ke Padang pakai kapal sendiri. Dari Padang ke Palembang, muatannya kosong. Kemudian, BUMN Semen Padang kirim semen ke Palembang, namun ketika pulang, kapalnya kosong. Jika ada suatu induk usaha, berangkat dapat bawa pupuk, dan pulang bawa semen atau komoditas lainnya," jelasnya.

Usulan ini sudah disampaikan ke Menteri BUMN Dahlan Iskan, namun proses kelanjutannya, kata Syahril, masih dalam pembahasan.

"Jadi yang dikelola hanya bidang pelayarannya saja. Biarlah BUMN-BUMN yang memiliki kargo ini terintegrasi," tuturnya.

Pelayanan kargo PT Pelni menyumbang pendapatan sebesar 30 persen dalam komposisi pendapatan perseroan. Syahril mengaku, pada beberapa tahun mendatang, setelah induk usaha pelayaran dibentuk, kontribusi pendapatan dari kargo dapat naik hingga 70 persen.

Pada 2013, total pendapatan PT Pelni sebesar Rp2,4 Triliun. Tahun ini, perseroan menargetkan kenaikan pendapatan tujuh persen menjadi Rp3,4 Triliun.

(I029)

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014