"Kuncinya adalah jangan ada yang tergoda menggunakan kekuatan militer. Kalau itu bisa disepakati, apa pun ketegangan di Laut Tiongkok Selatan bisa ada solusinya," kata Presiden dalam keterangan pers sebelum bertolak menuju Jakarta usai menghadiri rangkaian KTT ASEAN di Naw Pyi Taw Myanmar, Senin.
Kepala Negara mengatakan salah satu pembicaraan dan isu yang mencuat adalah mengenai perdebatan kebangkitan Tiongkok apakah merupakan ancaman atau bukan.
Indonesia, kata Presiden, memandang kebangkitan Tiongkok dari segala sisi bisa dimaknai positif melalui peningkatan kerja sama yang saling menguntungkan dengan negara-negara di kawasan sehingga tidak perlu disikapi dengan kekhawatiran.
"Kita tidak ingin the Raise of China tidak peaceful karena akan melibatkan persoalan yang serius, justru kita bermitra, berdialog dengan Tiongkok agar kecemasan itu tidak terjadi kita harus aktif untuk bersama-sama, karena sebenarnya Tiongkok yang kuat secara ekonomi membawa manfaat bagi negara di kawasan alangkah baiknya Tiongkok menjadi mitra dagang dan investasi dan tidak jadi ancaman bagi politik dan keamanan kawasan," katanya.
Presiden mengatakan arah kebijakan politik luar negeri Indonesia selama ini, selain sejalan dengan apa yang telah diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya sejak jaman Presiden Soekarno hingga Presiden Megawati, juga ditambahkan kebijakan hubungan luar negeri ke segala arah termasuk membina hubungan dengan Tiongkok.
"Ini bukan hanya retorika, motto tapi kita jalankan dalam 10 tahun terakhir ini ada 16 partner strategis atau partner komprehensif, hampir semua negara besar menjadi komprehensif dan strategic partner," kata Presiden.
Kepala Negara meyakini, kebijakan ini, akan dilanjutkan oleh Presiden RI selanjutnya untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Pewarta: Hari Prabowo dan Gusti Nur Cahya Aryani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014