Pola cuaca buruk akibat perubahan iklim telah mempengaruhi negara ASEAN dengan keganasan dan frekuensi yang meningkat setiap tahun
Nya Pyi Taw (ANTARA News) - Presiden Myanmar U Thein Sein pada Ahad mendesak para pemimpin negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk menangani dampak dari perubahan iklim.
"Pola cuaca buruk akibat perubahan iklim telah mempengaruhi negara ASEAN dengan keganasan dan frekuensi yang meningkat setiap tahun. Pusat Bantuan Kemanusiaan ASEAN (AHA) masih harus menanggapi secara memadai semua bencana alam ini," kata U Thein Sein dalam pertemuan ke-24 pemimpin ASEAN.
Saat menggaris-bawah perlunya untuk mengembangkan kemampuan menanggapi yang lebih efisien, efektif dan cepat jika terjadi bencana alam, Presiden Myanmar tersebut mengusulkan kemampuan tanggap cepat ASEAN dibangun dan dana darurat dibentuk.
Ia mendesak ASEAN agar juga mengembangkan sistem peringatan dini yang ada dan mendirikan wadah ahli pertolongan dan bantuan, kendaraan dan perlengkapan di masing-masing negara yang dapat dikerahkan secara cepat jika terjadi bencana.
Usulnya juga meliputi pembentukan satu jaringan pusat penelitian di semua negara ASEAN untuk berbagi pengetahuan mengenai produk pertanian yang bisa menyesuaikan diri dengan cuaca, yang dapat memungkinkan semua negara meningkatkan keamanan pangan, demikian laporan Xinhua, Minggu petang.
Tindakan yang diperlukan juga mesti dilakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim, kata Presiden Myanmar itu --yang saat ini memimpin Konferensi Tingkat Tinggi Ke-24 ASEAN.
"Sebagai satu cara untuk menangani masalah tersebut, saya ingin mengusulkan perbaikan hutan bakau di ASEAN. Hutan bakau bukan hanya mengurangi gas rumah kaca dan banjir di daerah pantai dataran rendah," katanya.
Myanmar menderita kehilangan sangat besar pada Mei 2008, ketika Topan Nargis menyapu bagian selatan negeri tersebut, dan menewaskan hampir 140.000 orang, dan PBB memperkirakan sebanyak 2,4 juta orang terpengaruh.
Di Filipina, Topan Haiyan, yang di negeri itu dinamakan Yolanda, merenggut sedikitnya 5.000 nyawa pada November 2013.
(C003)
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014