uji gagasan di kampus bisa menjadi peluang bagi calon tunggal untuk membuktikan kecakapannya memimpin daerah
Jakarta (ANTARA) - Akademisi/pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini berpendapat, KPU perlu mengoptimalkan pelibatan kampus/perguruan tinggi, terutama di daerah yang memiliki atau bercalon tunggal pada Pilkada 2024.

“KPU perlu melibatkan kampus, terutama di daerah bercalon tunggal, agar dukungan mayoritas yang didapat calon tunggal juga berbanding lurus dengan kapasitas dan kompetensi pasangan calon dalam memimpin,” kata Titi dalam webinar yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin.

Menurut Titi, kampus merupakan wadah yang tepat untuk menguji visi, misi, dan program pasangan calon pilkada. Kampus dinilai bisa menjadi tempat untuk menguji kapasitas calon tunggal di daerah tersebut.

Baca juga: Akademisi perkirakan jumlah calon tunggal di Pilkada 2024 tetap banyak

“Ketika dia (calon tunggal) mendapatkan majority support (dukungan mayoritas) artinya bisa dikatakan, secara sepintas, memang dia adalah pilihan terbaik yang membuat tidak ada pilihan lain, karena itu mestinya diuji secara optimal dan tidak perlu takut calon tunggal untuk datang ke kampus,” ucap Titi.

Menurut dia, uji gagasan di kampus bisa menjadi peluang bagi calon tunggal untuk membuktikan kecakapannya memimpin daerah.

“Ini bisa menjadi peluang, betul-betul meyakinkan di tengah calon tunggal versus kotak kosong, bahwa calon tunggal tidak lahir dari sebuah rekayasa politik, tapi memang lahir dari sebuah proses yang alamiah yang ditopang oleh kepemimpinan yang kredibel dan punya kapasitas,” ujarnya.

Sebelumnya (20/8), Mahkamah Konstitusi memperbolehkan kampanye pilkada dilakukan di perguruan tinggi selama telah mendapat izin serta hadir tanpa atribut kampanye.

Baca juga: Calon tunggal tidak mengurangi makna demokratis pilkada

Titi mengapresiasi Putusan MK Nomor 69/PUU-XXII/2024 tersebut. Namun, dia menegaskan, putusan itu juga harus diikuti dengan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan KPU (PKPU).

Kampanye di kampus, tambah dia, harus dipastikan berorientasi pada politik dan dialektika gagasan.

“Kampus harus berimbang, serta memberikan kesempatan yang adil, setara, dan sama kepada semua peserta pilkada. Kampus tidak boleh bias. Kampus tidak boleh berpolitik praktis atau menjadi alat politik pasangan calon atau kelompok tertentu,” ucap Titi.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024