Kalau misalnya suntik mati PLTU di kita, nyala lampunya dari mana? Mobil listrik colokinnya ke mana kalau tidak ada PLTU
Serang, Banten (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Banten menyebutkan sistem co-firing bisa diterapkan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya untuk mengganti batu bara dengan rasio tertentu, agar PLTU itu tetap beroperasi.
 
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten Wawan Gunawan di Serang, Senin, mengatakan rencana suntik mati atau pensiun dini PLTU Suralaya karena berdampak pada polusi udara, masih sebatas isu.
 
“Itu kan baru isu saja seperti apa, ya mudah-mudahan. Kalau misalnya suntik mati PLTU di kita, nyala lampunya dari mana? Mobil listrik colokinnya ke mana kalau tidak ada PLTU,” ujar Wawan.
 
PLTU Suralaya memproduksi sekitar 50 persen dari total produksi PT Indonesia Power, dan menyumbang 17 persen dari energi listrik kebutuhan Jawa-Madura-Bali.
 
Sementara PLTU di wilayahnya masih menggunakan batu bara, Wawan mengatakan sistem co-firing bisa diterapkan agar PLTU tetap terus beroperasi.
 
Co-firing merupakan substitusi batubara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa seperti wood pellet, cangkang sawit dan sawdust (serbuk gergaji).

Baca juga: Potensi polusi udara, KLHK pastikan lakukan pengawasan terhadap PLTU

Baca juga: Pemerintah diminta kaji biaya dan manfaat pensiun dini PLTU Suralaya
 
“Ya paling nanti dibatasi untuk penggunaan batu baranya, dengan co-firing seperti itu,” ujar Wawan.
 
Menurut dia, sejumlah PLTU tersebut memang harus ada pembaruan seperti menggunakan energi terbarukan, maupun co-firing guna mensubtitusi penggunaan batu bara, penyumbang emisi karbon besar.
 
Wawan mengungkapkan adanya isu-isu yang berkembang saat ini adalah Provinsi Banten sebagai salah satu penyebab penyebaran cemaran udara.
 
Menjawab isu tersebut, Wawan mengatakan Pemprov Banten melakukan sejumlah aksi dengan sejumlah peraturan daerah di tingkat Gubernur maupun tingkat Menteri Lingkungan Hidup.
 
Meski demikian diakui Wawan, udara di Provinsi Banten masih di bawah baku mutu kualitas.
 
“Salah satu penyebabnya adalah udara cemaran yang kurang baik itu ya perbatasan. Yang namanya DKI, Banten, Jabar itu kan pemicunya, salah satunya adalah kendaraan,” ujar dia.
 
Di sisi lain, Pemprov Banten tidak bisa membatasi kepemilikan kendaraan. Begitu juga faktor udara panas ekstrem mempengaruhi penyebaran cemaran udara tersebut.
 
Sementara, aksi yang sudah dilakukan DLH untuk mengatasi polusi adalah melakukan uji emisi pada kendaraan.
 
DLH juga mengantisipasi permasalahan polusi dengan program Indonesia FOLU Net Sink 2030.
 
FOLU Net Sink 2030 merupakan kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan, dengan kondisi dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030.
 
Sebelumnya, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merestui rencana suntik mati atau pensiun dini PLTU Suralaya, demi perbaikan kualitas udara Jakarta.
 
Luhut pada SCM Summit di Jakarta, 14 Agustus 2024 mengatakan indeks kualitas udara Jakarta berada di 150-200 atau level yang tidak sehat.
 
Ia juga menegaskan langkah pemerintah untuk mengkaji kemungkinan penghentian operasional PLTU Suralaya karena berumur lebih dari 40 tahun.
 
Sementara waktu itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menilai rencana tersebut harus mempertimbangkan kehadiran sumber energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai pengganti untuk memastikan kelangsungan pasokan energi berkelanjutan.
 
Ia mengatakan PLTU Suralaya di Cilegon, Banten, memiliki emisi yang sangat tinggi sehingga rencana pensiun dini perlu direncanakan dengan baik.

Baca juga: Menteri ESDM: Penutupan PLTU Suralaya harus ada EBT sebagai pengganti

Baca juga: PLN IP: Teknologi ramah lingkungan lengkapi pembangkit listrik  
 
 
 
 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024