Medan (ANTARA) - Jawa Barat (Jabar) meraih emas pertamanya di sepak bola putri setelah tiga gol mereka menghempaskan DKI Jakarta pada laga final Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024 di Stadion Mini Pancing, Deli Serdang, Sabtu (14/9).

Berakhirnya sepak bola putri di PON 2024, berakhir pula euforia sesaat para pesepak bola putri yang merindukan kompetisi di tanah air.

Selama 10 hari mulai 5 September, pesepak bola putri di Indonesia merayakan "buka puasa" sementara di Stadion Mini Pancing. Mereka bermain dengan penuh senyuman, dengan penuh semangat menunjukkan bakat-bakat mereka yang tak banyak orang tahu akibat tak adanya kompetisi.

Pertanyaan baru muncul. Setelah PON 2024, kemana mereka memperlihatkan dan mengasah kemampuannya?

Bagi pesepak bola putra, tanpa PON, mereka tak khawatir karena ekosistem kompetisi dari Liga 3 Indonesia hingga Liga 1 Indonesia sudah berjalan. Turnamen akar rumput seperti antarkampung (tarkam) pun juga banyak digelar setiap tahunnya.

Sebaliknya, muncul kebingungan bagi pesepak bola putri tentang bagaimana nasib mereka setelah mengikuti pesta olahraga empat tahunan ini.

Liga 1 putri sudah tak terlaksana sejak 2019. Terakhir kali digelar, 10 tim dari 18 klub Liga 1 Indonesia mengikuti Liga 1 Putri 2019. Persib Putri menjadi juara setelah menang agregat 6-1 atas Tira Persikabo Pertiwi.

Sebagai induk sepak bola Indonesia, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) berencana menggelar sepak bola putri di tahun berikutnya. Namun, urung terlaksana karena pandemi COVID-19.

Hal yang sama juga terjadi pada Piala Pertiwi. Turnamen skala nasional ini terakhir terlaksana pada musim 2021/2022 dengan Toli FC (Papua) sebagai juara.

Empat bulan lalu, tepatnya pada bulan Mei di Bali, pencinta sepak bola Indonesia hatinya dibuat bergetar setelah timnas putri Indonesia U-17 dibuat tak bisa berkutik di rumah sendiri pada kancah Piala Asia putri U-17.

Dari tiga laga Grup A, hasil memilukan ditelan pasukan Satoru Mochizuki setelah kalah 1-6 dari Filipina, takluk 0-12 dari Korea Selatan, dan menyerah 0-9 dari Korea Utara.

Pembentukan tim dibentuk pada Maret dan harus memainkan pertandingan kompetitif pada Mei. Dua bulan masa persiapan yang dimiliki Satoru dengan keadaan para pemain-pemainnya tanpa pengalaman kompetitif sebelumnya.

Hasil negatif ini sangat wajar karena pemain-pemain tanpa kompetisi yang baik, kematangan teknik, mentalitas, hingga pengambilan keputusan atau decision making-nya di lapangan tumpul karena tak pernah terasah.

Situasi ini juga membuat pelatih asal Jepang itu kerap "turun gunung" untuk mengajarkan bagaimana cara bermain bola kepada para pemainnya di timnas, baik tim muda dan senior di sesi latihan.

Di sesi game pada latihan, Satoru ikut bermain bersama anak-anak asuhnya. Ia mengajarkan bagaimana caranya passing, heading, hingga cara mencari ruang saat bermain.

Helsya Maeisyaroh yang mewakili Jabar, menjadi salah satu pesepak bola putri yang beruntung karena mendapatkan kesempatan bermain di luar negeri, bersama FC Ryukyu di Jepang di usianya yang menginjak 19 tahun.

Namun, tak banyak yang seperti Helsya. Pesepak bola asal Bekasi itu menyuarakan PSSI untuk segera menggelar kompetisi liga putri di Indonesia dalam waktu dekat setelah selesainya PON 2024.

Ia sangat menyayangkan apabila bakat-bakat yang ada di PON 2024 kembali merasakan rindu yang amat lama akan bermain bola setiap pekan.

"Wah penting banget itu, itu penting banget, harus banget, harus banget jalan. Minimal tahun depan itu harus udah ada Liga 1 Putri, karena sayang kalo misalnya setelah PON ini kita udah gak ada apa-apa lagi itu sayang banget," kata Helsya ketika ditemui setelah laga final sepak bola putri PON 2024.
 
Penjaga gawang DKI Jakarta Azra Zifra (kiri) gagal menahan tendangan penalti dari pesepak bola Jawa Barat Helsya Maeisyarih (kanan) saat pertandingan final sepak bola putri PON XXI Aceh-Sumut di Stadion Mini Pancing, Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (14/9/2024). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/nz


Helsya bahkan dengan jujur sangat bersemangat ketika mengetahui Jakarta menjadi lawan Jabar di final.

Menurutnya, melawan Jakarta adalah lawan yang "sepadan" karena ada beberapa penggawa yang menjadi rekannya di timnas yang ada di sana seperti kapten timnas putri Shafira Ika Putri, Atin Rizky, Viny Silfianus, Sheva Imut, dan Carla Bio Pattinasarani.

"Pasti seru, seru. Karena dari kemarin kan ibaratnya kayak kita tuh gak ketemu sama lawan yang 'sepadan', nah ini tuh ibaratnya imbang lah," kata Helsya.

Suara yang sama juga disuarakan oleh pelatih sepak bola putri Jakarta Aji Riduan Mas Alex. Meski timnya kalah di final, Aji mengaku bersyukur karena ternyata peminat sepak bola putri, terutama di wilayah Sumut sangat ramai.

"Saya bersyukur aja ternyata peminat sepak bola cewek ini ramai," kata Aji.

Ia berharap momentum ini dapat dimanfaatkan PSSI untuk segera menjalankan kompetisi sepak bola putri seperti yang ada di putra dengan tiga jenjang mulai Liga 3 hingga Liga 1.

"Semoga ke depan PSSI segera membuat kompetisi, tidak hanya PON. PON ini kan empat tahun sekali. Kalau ada kompetisi rutin setahun sekali, setahun sekali, atau liga lah, atau Piala Pertiwi," kata dia.

"Sumut kan banyak pemain bagus kemarin, artinya di Sumut juga akan semakin tumbuh lah gairah pemain ceweknya," tutupnya.

Baca juga: Pelatih timnas putri temukan dua pemain potensial di PON 2024

Baca juga: Sepak bola - Jawa Barat raih emas sepak bola putri
Ketua Umum PSSI Erick Thohir (kedua kiri) menyapa anak disabilitas pendamping pemain saat menghadiri laga final sepak bola putri PON XXI Aceh-Sumut di Stadion Mini, Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (14/9/2024). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nz. (ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA)


Kata Ketum PSSI

Soal kapan kompetisi sepak bola putri akan bergulir, Ketum PSSI Erick Thohir mengatakan pihaknya merencanakan kompetisi tersebut akan digelar pada 2026.

Alasannya, menurutnya talenta-talenta pesepak bola putri di tanah air masih kurang. Ia mengatakan untuk kompetisi, perlu banyak talenta yang ada.

Ia bercerita, di PON 2024, ada dua pemain putri bertalenta yang sudah dikantongi pelatih timnas putri Indonesia Satoru Mochizuki. Namun, apakah Satoru akan terus memantau bakat-bakat tersembunyi setiap empat tahun sekali? Tentu ini sama sekali bukan hal yang ideal.

"Beliau (Coach Mochi) melihat ada dua pemain, kalau nggak salah laporan dari Bu Vivin (Sekjen PSSI), beliau melihat pemain potensial," kata Erick.

"Masih kurang sih (database pemainnya). Kalau bisa kan, yang selalu saya bilang, 150 database. Kalau yang perempuan, kalau sudah ada 50 aja sudah bagus. Jadi sekarang sudah ada 23-30," tambahnya.

Dalam strateginya dalam membentuk kompetisi, Erick memaparkan timnas putri menjadi sasaran utamanya saat ini.

Di saat sorotan ada timnas putri, seperti yang ada di timnas putra saat ini, ia berharap talenta di akar rumput semakin menggemari sepak bola putri. Dari sini, harapannya, talent pool atau kumpulan bakat yang ia inginkan untuk membentuk kompetisi sepak bola putri yang profesional akan tercukupi.

"Kalau kita kan ada strategi, untuk yang putri kita masuk timnas dulu. Ada yang di bawah U20, U17, dan yang di atas. Dan itu jangka panjang semua, nanti sampai 2026, 2027 kalau ini kita baru siapkan liganya," jelasnya.

"Karena tidak mungkin kita melakukan liga, tapi talenta pool-nya belum siap jumlahnya, jadi tidak mungkin," tutupnya.

Baca juga: Aroma timnas putri Indonesia di laga final Jakarta vs Jabar

Baca juga: Makna medali emas PON 2024 bagi Helsya Maeisyaroh

Baca juga: Pelatih timnas putri temukan dua pemain potensial di PON 2024

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024