Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono saat menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia 2008-2009 mengaku sudah mempersiapkan langkah penegakkan hukum untuk pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pemilik Bank Century.
"Kita sudah mempersiapkan langkah-langkah melakukan penegakkan hukum, ada masalah-masalah di Bank Century yang kemudian bisa dikenakan pelanggaran tindak pidana karena itu tanggal 20 Nov 2008 disetujui oleh rapat dewan gubernur untuk melakukan pencekalan kepada para pemilik payment service provider (PSP)," kata Boediono dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.
Hal itu disampaikan oleh Boediono dalam sidang perkara pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa mantan deputi Gubenur Bank Indonesia bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya.
Pemilik Bank Century yang dimaksud adalah Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi yang sudah berada di luar negeri, sedangkan pemegang saham lain Bank Century adalah Robert Tantular yang masih ada di Indonesia.
"PSP tadi terutama yang di luar dan di dalam juga semua, tidak boleh keluar jadi yang di dalam dicekal tapi yang di luar harus dilakukan tindakan juga, salah satunya mencekal yang di dalam, yang satu lapor ke otoritas moneter di mana 2 PSP tadi melakukan kegiatan bisnis yaitu Singapura dan Inggris," ungkap Boediono.
Boediono juga mengaku bahwa pada 25 November 2008, ia melaporkan ke Polri kasus hukum Robert Tantular.
"Ini adalah langkah BI untuk melakukan penegakan hukum untuk ke pemiliki Bank Century. Selanjutnya pada 19 April 2009 BI juga melapor ke Polri mengenai kasus-kasus yang lain terkait tindak pidana perbankan sejak kita melaporkan penyelamatan Bank Century jadi BI sudah menyiapkan langkah hukum," tambah Boediono.
Langkah hukum itu juga merupakan kerja sama antara BI, Kejaksaan Agung dan pihak kepolisian.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal 3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014