... ya kuping saya harus ditutup, Pak Boed tanya saya sudah gak peduli lagi... "

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, pernah mengingatkan risiko hukum pemberian pinjaman kepada Bank Century.

"Saya bisa saja mengatakan sakit dan di rumah sakit selama sebulan, hidup tenang, tidak ikut rapat dan gak bakalan masuk penjara, tapi kita semua harus berani ambil keputusan, dan saya berani as long as studinya itu jelas dan itu berlaku untuk semua," kata dia, dalam rekaman rapat yang diperdengarkan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, Jumat.

Rekaman itu adalah rekaman rapat Dewan Gubernur BI pada 13 November 2008 yang sedang membicarakan perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 pada 30 Oktober 2008, tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) bagi Bank Umum.

Aturan itu membatasi Bank Century mengajukan bantuan likuiditas berupa FPJP karena rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century di bawah delapan persen namun kemudian sesuai dengan RDG 14 November 2008 diubah menjadi PBI Nomor 10/30/PBI/2008 sehingga syarat pemberian FPJP cukup dengan CAR positif.

Rekaman tersebut diputar jaksa penuntut umum KPK dalam sidang perkara pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa mantan deputi Gubenur Bank Indonesia bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW), Budi Mulya.

Goeltom juga menyampaikan, dia sebelumnya sudah berupaya untuk membela kebijakan untuk memberikan peinjaman kepada Bank Century di hadapan Menteri Keuangan (saat itu), Sri Mulyani Indrawati.

"Betapa saya membela di hadapan ibu menteri yang dengan keras dan sinis mengatakan Saya enggak mau kasih uang begitu saja, pengawasannya bagaimana di BI? Makanya saya balikin bahwa kita yang sudah punya release management protocol padahal sudah di-SSK (stabilitas sistem keuangan) dulu oleh Pak Halim dan Pak Raden selama berbulan-bulan," ungkap Goeltom.

Halim yang dimaksud adalah Halim Alamsyah yang saat itu menjabat sebagai Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI dan Raden adalah Raden Pardede selaku sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) saat pemberian FJPJ senilai Rp689 miliar kepada Bank Century.

"Saya jadi menyesal, saya gak terlalu yakin melakukan apa yang bisa kita lakukan, jadi Pak Halim kalau kita lakukan ya kuping saya harus ditutup, Pak Boed tanya saya sudah gak peduli lagi, kalau itu business as usual, so be it, tinggal kita dapat konsekuensinya yang penting saya sudah sampaikan pendapat saya kalau tidak didengar ya mau apa? Kalau dulu ada bank 500 persen OK (diberikan pinjaman) kenapa sekarang tidak itu yang saya ingatkan," tambah Goeltom.

Menanggapi hal tersebut maka Boediono mengatakan, masalahnya tinggal mengubah Peraturan BI.

"Kan tinggal PBI-nya, ketentuannya bisa tidak? Khan ketentuannya bukan ini saja, kalau saya pikir akan terlalu berat untuk bank apa pun, bisa di-crossing gak kira-kira yang masuk akal? Kalau enggak ya ke LPS," kata Boediono

"Kalau ini kan lain karena ada penarikan dana," jawab Goeltom.

"Saya kira kita perlu mengerti konteks yang lebih besar dan pemerintah tidak bisa begitu saja," ungkap Boediono.

"Kalau enggak pasti, it's not main-main, it's such a powerful thing to assume with crisis. Kalau bapak tanya saya, saya gak mau jawab bahwa ini dicabut karena selanjutnya untuk semua bank. Kalau tidak sesuatu, kita akan disalahkan semua," ungkap Goeltom.

Pada akhirnya BI memberikan FPJP senilai Rp689 miliar kepada Bank Century dan bahkan rapat KSSK pada 21 November 2008 memutuskan Bank Century menjadi bank gagal berdampak sistemik sehingga mendapat bantuan modal berupa penyertaan modal sementara senilai Rp6,7 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan.

Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014