Keterlibatan masyarakat sipil yang memiliki keahlian siber bisa menjadi peluang untuk mendorong inovasi dan transfer teknologi yang lebih cepat.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai ada beragam tantangan di depan mata TNI jika Angkatan Siber yang menjadi matra keempat ditempati oleh kalangan sipil.

"Tantangan yang harus diantisipasi meliputi garis komando yang jelas, budaya organisasi yang integratif, serta kerangka hukum dan perlindungan hak-hak warga negara di ruang siber," kata Fahmi di Jakarta, Sabtu.

Menurut Fahmi, tantangan yang paling dasar adalah memperkenalkan budaya organisasi TNI kepada masyarakat sipil.

Dikatakan bahwa budaya militer terbiasa dengan garis komando dan hierarki yang jelas, prosedur operasional yang teratur, dan kedisiplinan yang tinggi.

Budaya tersebut, lanjut dia, yang mungkin akan sulit dipahami oleh masyarakat sipil ketika bergabung dalam keluarga besar TNI.

Fahmi menganjurkan semua personel sipil yang masuk ke Angkatan Siber untuk mendapat pelatihan dasar tentang budaya organisasi militer secara umum.

"Ini penting agar mereka dapat memahami dan mematuhi aturan serta norma yang berlaku di lingkungan TNI," kata Fahmi.

Tantangan selanjutnya adalah soal perbedaan perlakuan antara Angkatan Siber dengan TNI AD, AL, dan AU yang berpotensi menimbulkan kesan diskriminatif.

Baca juga: Penyiapan SDM Angkatan Siber TNI perlu sedini mungkin
Baca juga: Mencari relevansi dan bentuk Tentara Siber Indonesia


Angkatan Siber, kata dia, akan lebih fokus pada menangkal serangan berupa data ataupun informasi sehingga tidak menuntut untuk membangun pertahanan secara fisik.

Hal tersebut berbeda jika dibandingkan dengan TNI AD, AL, dan AU yang mengedepankan pertahanan dan serangan fisik.

"Perbedaan dalam perlakuan antara matra siber dan matra lainnya seharusnya tidak dilihat sebagai bentuk diskriminasi, tetapi sebagai penyesuaian sesuai dengan spesifikasi tugas dan peran masing-masing matra," kata Fahmi.

Perbedaan tugas ini, menurut dia, harus menjadi kesempatan keempat matra untuk saling berkolaborasi demi memperkuat pertahanan negara.

Tantangan lain yang harus dihadapi adalah soal perekrutan warga sipil yang akan masuk ke matra siber. Setiap calon anggota harus melewati seleksi yang ketat, mulai kepribadian, kemampuan, hingga latar belakang.

Hal tersebut, kata Fahmi​​​​​, harus dilakukan lantaran masyarakat sipil inilah yang nantinya akan terus bersinggungan dengan data-data sensitif milik negara.

Terakhir, lanjut dia, Angkatan Siber harus terbuka dengan pihak lain untuk menjalin kolaborasi di bidang peningkatan teknologi.

"Keterlibatan masyarakat sipil yang memiliki keahlian siber bisa menjadi peluang untuk mendorong inovasi dan transfer teknologi yang lebih cepat," kata Fahmi.

Dengan mampu menghadapi ragam tantangan tersebut, Fahmi yakin Angkatan Siber akan mampu berkolaborasi dengan matra lain dalam memperkuat pertahanan Indonesia.

Pewarta: Walda Marison
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024