Banda Aceh (ANTARA) - Langit sore hari yang cukup berawan membuat terik sinar matahari tidak begitu terasa menyambut kedatangan para pengunjung. Saat itu kebetulan bertepatan dengan hari Jumat, sesuai anjuran adat di Aceh yang menjunjung tinggi nilai ajaran Islam, kawasan wisata pantai baru dibuka usai waktu ibadah Shalat Jumat.
Suasana pantai di sore itu terbilang masih sepi, beberapa kedai makanan bahkan baru bersiap-siap untuk membuka lapaknya. Tidak ada suara lain yang terdengar selain ombak yang menyapu pasir pantai dan hembusan angin yang cukup kencang. Itu lah suasana Pantai Babah Kuala di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.
Selang beberapa saat kemudian, satu per satu pengunjung mulai berdatangan ke pantai yang berjarak 20 kilometer dari kota Banda Aceh itu. Sebuah keluarga yang terdiri dari ibu dan tiga anaknya tampak asyik bermain air di bibir pantai. Sesekali, di sela kegiatan main mereka, sang ibu mengambil foto anak-anaknya untuk mengabadikan momen hangat itu.
Keindahan alam
Sepintas, Pantai Babah Kuala tampil cukup sederhana apabila dibandingkan pantai-pantai populer lain. Tidak ada wahana permainan pantai seperti speedboat atau banana boat. Kafe-kafe mewah pun juga tak nampak, hanya deretan kedai makanan sederhana dengan kursi-kursinya yang berbaris area pasir pantai dan satu atau dua ayunan sebagai hiasannya.
Namun, kalau soal keindahan alam Pantai Babah Kuala boleh diadu. Perjalanan darat selama 30 menit dari kota Banda Aceh rasanya terbayar oleh pemandangan indah yang disuguhkan pantai ini. Bagaimana tidak? Berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, air laut di pantai ini berwarna biru cerah yang semakin cantik bila terkena pantulan sinar matahari.
Pasir pantainya pun berwarna putih dan bersih dari sampah-sampah plastik atau sisa makanan. Di sepanjang garis pantai, banyak pohon yang berbaris di antara kedai-kedai makanan sehingga hawa di sana masih terasa rindang. Perbukitan yang berdiri kokoh "mengawal" Pantai Babah Kuala di sisi kiri dan kanan, semakin menambah keindahan panoramanya.
Pemandangan alam cantik ditambah suasananya yang tenang rasanya membuat saya betah berlama-lama di sana, untuk sekadar duduk menikmati keindahan laut sembari menyeruput secangkir kopi Aceh khas yang disuguhkan salah satu kedai makanan.
Sayangnya, semakin sore, langit berawan di Pantai Babah Kuala berubah menjadi mendung yang disusul oleh hujan sehingga terpaksa saya melewatkan momen matahari terbenam yang ditunggu-tunggu sejak pertama kali menginjakkan kaki di pantai itu. Daya tarik utama Pantai Babah Kuala memang pemandangan indah matahari terbenam (sunset) ditambah ombaknya yang tenang.
Menurut keterangan warga setempat, pantai itu biasanya ramai oleh pengunjung pada sore hari, terlebih pada akhir pekan, dimana mereka sengaja menghabiskan waktu sorenya untuk melihat momen matahari terbenam yang keindahannya memanjakan mata.
Baca juga: Pertandingan selancar ombak ditunda sesuai anjuran ketua adat
Baca juga: PON buat angka kunjungan Masjid Raya Baiturrahman melonjak
Selanjutnya: Pengisi perut
Pengisi perut
Bicara soal makanan, seperti yang sudah dideskripsikan sebelumnya, Pantai Babah Kuala menyediakan deretan kedai makanan dan minuman yang cocok untuk menemani momen bersantai sembari menikmati keindahan laut tepi pantai.
Pengunjung bisa menyantap makanan dan minuman di barisan bangku-bangku kayu di area pasir pantai. Salah satu kedai makanan yang ada di Pantai Babah Kuala adalah I'm Surf Cafe yang telah berdiri di sana sejak tahun 2018.
Menu makanan utama yang disajikan kedai tersebut adalah aneka hidangan laut atau seafood antara lain ikan bakar, lobster, kepiting, cumi goreng dan asam manis, serta udang goreng tepung dan asam manis.
Dari segi harga, seafood di I'm Surf Cafe dibanderol di kisaran Rp22.000 hingga Rp60.000 per porsi. Selain itu ada juga menu paket yang bisa disantap untuk beberapa orang. Ada menu paket ikan bakar seharga Rp160.000 dan dancing crab seharga Rp120.000 yang disajikan untuk dua orang, lengkap dengan nasi, lalapan, dan minuman.
Selain itu, ada juga menu paket untuk 10 orang yakni paket Family Beach yang terdiri dari lobster enam ons, dua ikan bakar, empat dancing crab, dua porsi cumi goreng tepung, dua porsi udang goreng tepung, lalapan, nasi, dan minuman. Paket ini dijual seharga Rp1,3 juta.
Lalu ada paket meriah yang dijual seharga Rp700 ribu, meliputi kepiting tujuh ekor, cumi, udang, kerang, sayur-sayuran, nasi, dan minuman dingin.
Tidak hanya seafood, kedai ini juga menyuguhkan makanan dan cemilan lain seperti pisang keju, indomie, nasi goreng, tempe goreng, hingga kentang goreng dengan kisaran harga terjangkau Rp17.000 sampai Rp20.000 per porsi.
Sedangkan untuk minuman, terdapat aneka jus, teh, kopi, dan minuman-minuman segar lainnya dengan kisaran harga Rp5.000 sampai Rp60.000.
Baca juga: Festival Krueng Daroy ajang promosi wisata sejarah untuk tamu PON
Baca juga: Pj Gubernur ajak peserta PON eksplor objek wisata hingga kuliner Aceh
Selanjutnya: Tuah PON XXI
Tuah PON XXI
Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara dapat menjadi momentum dalam mempromosikan destinasi wisata di Tanah Rencong, termasuk Pantai Babah Kuala yang memiliki pesona keindahan alamnya.
Terlebih, lokasinya dekat dengan tempat digelarnya pertandingan cabang olahraga selancar ombak di Pantai Riting, yang hanya berjarak 10 menit dengan kendaraan roda dua atau empat.
Pemerintah menginstruksikan promosi wisata di sekitar Aceh dan Sumatera Utara yang menjadi venue penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan fasilitas dan akomodasi pariwisata, seperti homestay hingga hotel non bintang untuk menampung atlet, kontingen dan pendukung PON 2024.
Aceh menawarkan paket lengkap pada sektor wisatanya mulai dari wisata alam, wisata kuliner, wisata sejarah, hingga wisata religi. Pantai Babah Kuala menjadi bukti bahwa pantai yang indah tidak hanya bisa ditemui di Bali atau Indonesia bagian timur.
Keindahan alam yang dibalut dengan ketenangan serta kesederhanaannya memiliki tempat sendiri di hati saya, dan mungkin para pengunjung yang terpana dengan air biru, pasir putih, bukit dan pepohonan hijau, serta cahaya jingga kemerahan dari matahari terbenam di cakrawala bumi Serambi Mekkah.
Baca juga: Prestasi biliar yang tak pandang usia
Baca juga: Larut dalam keindahan Danau Lut Tawar bernuansa Wakatipu
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024