Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jumat pagi akan membacakan putusan atas kasus korupsi pungutan liar di Konsul Jenderal RI di Penang, Malaysia, dengan terdakwa mantan Konjen RI, Erick Hikmat Setiawan.
Majelis hakim yang diketuai Mansyurdin Chaniago direncanakan akan membuka sidang pada pukul 09.00 WIB bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan H.R Rasuna Said, Jakarta.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Erick Hikmat Setiawan dengan pidana penjara tiga tahun.
Erick yang bertugas sebagai Konjen di Penang sejak 19 Februari 2004 hingga 5 Oktober 2005 dinilai telah melakukan tindak pidana korupsi, terkait pungutan tak resmi pengurusan dokumen keimigrasian.
Dalam surat tuntutannya JPU menjelaskan bahwa dari fakta yang diperoleh dalam persidangan diketahui bahwa terdakwa saat pertama menempati pos Konjen di Penang telah mendapatkan laporan dari Kepala Bidang Keimigrasian Konjen Penang, Muhammad Khusnul Yakin Payapo.
"Terdakwa mendapat laporan dari Khusnul bahwa terdapat dua jenis pembiayaan dalam pengurus dokumen keimigrasian. Biaya yang pertama lebih tinggi nilainya dari jenis biaya yang kedua," kata JPU.
Biaya yang nilainya rendah sesuai dengan aturan resmi dan disetorkan pada keuangan negara. Namun ternyata yang diberlakukan adalah biaya yang pertama dan selisihnya tidak disetorkan pada kas negara.
Dalam catatan JPU, terdapat 29.615 paspor yang telah dibuat di Konjen RI di Penang sejak 2003 hingga 2005.
Sementara itu, kerugian negara mencapai 4,798 juta ringgit pada periode 19 Februari 2004 hingga 5 Oktober 2005 akibat selisih pembuatan dokumen keimigrasian tidak dimasukkan ke dalam kas negara melalui pos penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Oleh karena itu, selain menuntut tiga tahun penjara, JPU juga meminta majelis hakim untuk menghukum Erick membayar denda Rp150 juta subsider enam bulan penjara dan membayar ganti rugi pada negara Rp513,3 juta yang harus dibayar satu bulan setelah ada kekuatan hukum tetap atau dipidana penjara dua tahun.
Tuntutan itu disampaikan karena terdakwa dinilai melanggar hukum sesuai Pasal 3 jo Pasal 18 UU No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)
Copyright © ANTARA 2006