Jakarta (ANTARA) - Hasil temuan awal profil lingkungan pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) studi Action Against Stunting Hub (AASH) di Lombok Timur menunjukkan kualifikasi pendidik berkorelasi dengan kualitas lingkungan pembelajaran satuan PAUD yang lebih baik.

“Guru dengan gelar sarjana secara konsisten mencetak skor lebih tinggi di semua indikator lingkungan pembelajaran pembelajaran berkualitas dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki gelar sarjana. Hal ini menunjukkan bahwa kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi berkontribusi pada kualitas lingkungan pembelajaran yang lebih baik,” ujar Team Lead Education dan Shared Values Studi AASH, Dr Rita Anggorowati, dalam diseminasi temuan awal profil lingkungan pembelajaran PAUD di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Jumat.
Dia menjelaskan guru dengan gelar sarjana secara konsisten mencetak skor lebih tinggi di semua domain yang ditunjukkan melalui perbedaan secara statistik yang signifikan, dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki gelar sarjana. Hal itu mengonfirmasi pentingnya tingkat pendidikan guru dalam kualitas pendidikan.

“Dari 94 guru yang kami wawancara sebanyak 57 persen memiliki latar belakang sarjana, sedangkan sisanya belum sarjana dengan latar belakang pendidikan yang berbeda,” jelas dia.

Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara (India, Indonesia, Senegal) yang menjadi tim studi dalam mempelajari tipologi stunting dalam naungan Action Against Stunting Hub (AASH) yang didanai oleh pemerintah Inggris melalui United Kingdom Research and Innovation Global Challenges Research Fund (UKRI-GCRF). Di Indonesia, upaya tersebut digawangi oleh Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON).

Studi interdisiplin tersebut melihat faktor anak dari sisi kecerdasan, perkembangan sosio emosional, komunikasi verbal, dan perkembangan motorik, serta lingkungan yang mendukung. Pengambilan data yang dilakukan pada Agustus hingga September 2022 dan Maret hingga Mei 2023 itu, melihat bagaimana profil lingkungan pembelajaran anak baik yang berlangsung di sekolah dan juga lingkungan pembelajaran di rumah termasuk di dalamnya pola asuh yang dilakukan orang tua pada anaknya.

Studi itu mengobservasi dan menguji kondisi lingkungan belajar, peluang, dan interaksi di antara anak usia 3 hingga 5 tahun, di 94 kelas yang tergabung pada 82 satuan PAUD (KB, TK, RA, SPS) menggunakan alat ukur Measurement of Early Learning Environments (MELE), Qualitative Teacher Interviews (QTI), International Development and Early Learning Assessment (IDELA) dan Early Childhood (EC) Home Observation for Measurement of the Environment Inventory.

Terdapat empat aspek yang dikaji yakni aktivitas pembelajaran, interaksi kelas, pengaturan kelas, serta fasilitas dan keselamatan. Penelitian yang dilakukan bersama Dr. Risatianti Kolopaking dan tim tersebut juga menunjukkan dari aspek aktivitas pembelajaran, keterampilan matematika, bahasa ekspresif, dan perilaku terkait gizi muncul sebagai fokus utama aktivitas pembelajaran. Di Lombok Timur, guru juga cenderung memprioritaskan bercerita dalam format mendongeng dari pada membacakan buku cerita yang tersedia sebagai alat penting dalam menumbuhkan kemampuan aspek bahasa.

Sementara, dari aspek interaksi kelas di Lombok Timur menunjukkan keterlibatan anak dan instruksi individual merupakan faktor kunci dalam meningkatkan keterampilan sosial dan menyediakan pengalaman belajar yang disesuaikan. Sebanyak 94.68 persen guru menahan diri dari menggunakan interaksi fisik negatif apa pun dengan anak-anak selama periode pengamatan.

“Dari aspek pengaturan kelas menunjukkan tersedianya bahan dan sumber daya pendidikan seperti mainan edukatif dan buku cerita sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kaya dan menstimulasi anak,” jelas Rita lagi.

Meski demikian, di beberapa PAUD masih ditemukan alat peraga edukatif yang masih tersimpan utuh di ruang sekolah karena dengan alasan takut rusak. Padahal jika alat peraga tersebut semakin terpakai maka akan semakin baik.

Temuan awal studi itu juga menunjukkan fasilitas cuci tangan dan toilet yang terawat juga sudah tersedia di PAUD, mengingat kebersihan dan kesehatan sangat penting untuk mencegah penyakit dan kondisi seperti stunting.

Selain itu, studi ini juga menemukan bahwa anak-anak yang bersekolah, secara konsisten mendapatkan skor lebih tinggi dalam lima area perkembangan kunci ini dibandingkan dengan teman sebaya mereka yang tidak bergabung dalam satuan. Hal itu menekankan pentingnya pendidikan awal dalam pengembangan anak secara holistik. Penilaian dilakukan pada saudara kandung dari subjek kohor, yang berusia 3-6 tahun.

“Ke depan, kami mendorong agar semua anak usia dini dapat mengenyam pendidikan di PAUD agar tumbuh kembang anak dapat berlangsung optimal karena memberikan manfaat yang signifikan bagi perkembangan sosial-emosional, motorik, pra-menulis, pra-matematika, dan fungsi eksekutif anak,” harap Rita.

Baca juga: Pengajar PAUD diminta terapkan pembelajaran bangun fondasi anak
Baca juga: Kemendikbudristek-OASE KIM donasikan Pojok Baca untuk PAUD di Kaltim
Baca juga: Kemenko PMK sebut anak butuh intervensi lengkap sejak dalam kandungan

Pewarta: Indriani
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024