Jakarta (ANTARA News) - Setiap hubungan manusia pasti memiliki bentuk, apakah mengagumi, mencintai, atau bahkan membenci, layaknya yang dilukiskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat bersilaturahmi dengan sejumlah wartawan dan berbuka puasa bersama, di Istana Negara, Jakarta, Kamis malam. Mengenakan batik dengan kopiah hitamnya, dari mimbar kepresidenan, presiden keenam RI itu sangat menyadari, silaturahmi itu sangat penting karena bisa menyatukan persepsi yang terkadang tidak selalu sama di antara kepala orang-orang yang memikirkan masalah yang sama. Lazimnya umat muslim yang menjalankan ibadah puasa, SBY sebagai pribadi, kepala keluarga, dan Kepala Negara juga meminta maaf kepada para wartawan jika ada hal-hal yang tidak mengenakkan terkait dengan hubungan fungsional antara wartawan dengan dirinya. "Banyak orang bilang, hubungan antara pemerintah dan wartawan itu hubungan yang `hate and love`. Dalam istilah saya, itu adalah hubungan kasih sayang, kalau pers mengeritik presidennya, itu bukan `hate` tapi bentuk `love`," katanya sambil senyum-senyum. Bentuk kecintaan pers seperti itu, asal dilandasi niat membenari masalah yang kusut, kata alumnus Akademi Militer tahun 1973 itu, pastilah bertujuan agar presiden tidak membuat kesalahan dalam menetapkan suatu keputusan. Bila niat kritik itu untuk mengoreksi agar satu kesalahan tidak terulang lagi, kata mantan perwira korps infantri itu, bisa dipastikan pada gilirannya rakyat yang akan mereguk keuntungan. "Itulah yang dinamakan, kerangkanya adalah cinta," katanya. Begitu juga jika presiden pada saatnya menjelaskan satu duduk persoalan, kata ayah dua putera itu, maka bukan berarti presiden tidak boleh dikritik sama sekali. Bentuk kasih sayang seperti itulah, katanya, yang semakin harus ditumbuhsuburkan. "Karena, menurut seorang ahli politik, bahkan paham terorisme bisa diluluhkan dengan kasih sayang," katanya. Demikianlah, menurut presiden dari Partai Demokrat itu, bahwa hubungan pers dengan presiden sering dalam kondisi "love and hate"; yang dibungkus semangat menuju perbaikan bangsa ini.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006