"Kita melihat dari kecerdasan emosinya, dia (anak) harus berespon sesuai dengan kejadian," ujarnya saat ditemui ANTARA News, di kawasan Salemba, Jakarta, Rabu.
Menurut Mira, anak-anak yang mengalami masalah dalam kecerdasan emosinya cenderung menampilkan perilaku tidak tepat dengan kejadian.
"Anak-anak bisa seperti itu, saya menemukan kasus yang harusnya dia bisa mengungkapkan kekesalannya, tetapi malah diam saja. Ini karena dia terhambat secara emosi untuk menampilkan emosi yang benar," ungkap Psikolog dari Universitas Indonesia itu.
Kemudian, lanjut ia, dalam kondisi respon emosi yang salah bisa saja anak menunjukkan perilaku yang berlebihan.
"Kadang-kadang ada anak yang tertawa atau menangis berlebihan menanggapi sesuatu. Atau takut seperti phobia atau seperti ini, marah yang berlebihan," katanya.
Bila menilik kasus kekerasan yang dialami Renggo (10), Mira belum berani menyimpulkan alasan pasti mengapa pelaku melakukan tindak kekerasan.
"Kita harus lebih cermati, titik-titik signifikan yang menyebabkan pelaku berbuat demikian apa. Misalkan, karena ia anak laki-laki, punya tenaga yang kuat, atau ia dibesarkan dalam keluarga yang terbiasa melakukan kekerasan," katanya.
Mira mengatakan, sebenarnya ada karakteristik anak yang rentan berbuat agresif, atau memiliki energi berlebih sehingga berperilaku yang cenderung impulsif.
"Dia enggak mampu untuk mengantisipasi konsekuensi dari perilakunya, enggak bisa mengukur lebih jauh," katanya. "Jadi setiap ada stimulus dia enggak bisa antisipasi. Setiap ada stimulus dia langsung merespon, reaktif," tambahnya.(*)
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014