Jakarta (ANTARA News) - Menko Kesra Aburizal Bakrie tengah melakukan konsultasi dengan penasehat hukumnya tentang kemungkinan mengambil tindakan hukum terhadap Greenpeace. Sebelumnya, para aktivis lingkungan hidup Greenpeace pada Rabu (27/9) menuangkan lumpur yang dibawa langsung dari PT Lapindo Brantas Sidoarjo ke depan kantor pemerintah. Lalu Mara Satria Wangsa, selaku staf khusus Menko Kesra, dalam konferensi di kantor Menko Kesra, Jakarta, Kamis, menjelaskan bahwa usaha hukum ini masih dibicarakan dengan pihak konsultan hukum Menko Kesra, tapi sejauh ini belum ada keputusan yang pasti mengenai hal ini. "Bisa saja usaha menuntut balik secara hukum jadi diambil dan bisa juga tidak," tegas Mara. Selain itu, aksi demonstrasi yang dilakukan Greenpeace juga tidak mengantongi izin dari polisi dan kemudian mereka melakukan pengotoran di lembaga pemerintah dan ini jelas termasuk salah satu tindakan anarkis, sambungnya. Dalam aksi demonstrasi yang berlansung hari Rabu (27/9), Emmy Hafild dari Greenpeace mengatakan bahwa masalah sosial yang muncul dari tragedi lumpur lebih penting dari pada kerusakan lingkungan dan Lapindo kurang bertanggung jawab dalam masalah ini. Merupakan suatu pandangan naif bila mengecilkan usaha yang sudah diambil PT Lapindo Brantas di Sidoarjo, ujar Mara dan seraya menambahkan bahwa yang perlu diketahui bahwa segala usaha sudah dilakukan oleh Lapindo dalam menangani masalah sosial terutama terhadap masyarakat yang rumah dan daerahnya digenangi air lumpur. Banyak usaha yang sudah dilakukan oleh pihak Lapindo untuk membantu masyarakat yang kena musibah lumpur dan kelihatannya publik banyak tidak mengetahui hal ini, ujarnya. Sekitar 2.936 kepala keluarga (KK) dari 3100 KK yang rumahnya digenangi lumpur sudah diselesaikan oleh pihak Lapindo. Sarana dan prasarana pengungsian sudah disiapkan dan dibangun Lapindo di pasar baru Porong dan balai desa Renokenongo selain menampung pengungsi. Sisanya sedang dalam proses, sehingga pihak Lapindo dapat berkosentrasi menyelesai masalah ini. Selain itu pihak Lapindo juga sudah mengeluarkan dana sebesar Rp18.808.961.667 untuk realisasi biaya kontrak rumah, lauk pauh dan pindah rumah di kecamatan Porong dan kecamatan Tanggulangi dan sebesar Rp1.315.396.800 untuk sewa lahan untuk pembuatan pond, Rp592.083.136 untuk pengganti tanaman tebu di Kec. Porong dan Jabon. Bantuan sosial di Desa Besuki, Kec. Jabon sebesar Rp 78.000.000, desa Balungkenongo, Renokenongo, Porong sebesar Rp147.360.000, dan juga biaya kepada tenaga kerja yang mendapat ganti upah sebesar Rp 2.547.300.000. serta santuan kepada korban sebesar Rp4.061.400.000. Biaya lain dikeluarkan untuk infrastruktur, gedung/bangunan yang terendam, kesehatan, lahan/tanaman/ternah dan gedung sekolah, tetapi langkah yang diambil Lapindo tidak diketahui publik dan anehnya selalu melihat Lapindo sebagai yang pihak bersalah, katanya. Menyinggung berapa biaya yang sudah dikeluarkan Lapindo selama tiga bulan lebih ini, Mara secara garis besar mengatakan sebesar 70 juta dollar Amerika. Lapindo Brantas menguasai 50 persen saham sekaligus sebagai operator kemudian Medco 32 persen serta Santos (perusahaan Australia) 18 persen. Sementara menunggu keputusan pengadilan, Lapindo tetap mengambil langkah-langkah yang seharusnya dilakukan untuk meringankan beban masyarakat yang kena dampak lumpur sehingga dampak sosial dapat ditangani dengan mudah.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006