Makassar (ANTARA) - Belasan organisasi masyarakat sipil yang terhimpun dalam Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia mengingatkan pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka agar "melek" terhadap ancaman krisis iklim.

"Pemerintahan baru diharapkan juga memberikan jaminan perlindungan terhadap masyarakat di ribuan desa-desa pesisir dan wilayah adat yang terancam oleh dampak krisis iklim," ujar Dinamisator Jaring Nusa Asmar Exwar saat konferensi pers melalui daring dari Kepulauan Banda Naira, Provinsi Maluku, Kamis.

Menurut dia, Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga pemerintahan ke depan mesti sungguh-sungguh merumuskan dan mengeluarkan produk kebijakan yang memberikan jaminan dan kepastian terhadap perlindungan dan pengakuan wilayah kelola rakyat di pesisir, laut, dan pulau kecil.

Selain itu, sektoralisme pembangunan dan pengurusan sumber daya alam selama ini dinilai telah menempatkan wilayah pesisir dan kepulauan sebagai objek eksploitasi yang memunculkan berbagai ancaman dan kerentanan tinggi terhadap risiko bencana ekologi.

Hal senada disampaikan perwakilan Yayasan EcoNusa Gadri R Attamimi, bahwa Indonesia Timur sebagai benteng terakhir keanekaragaman hayati, baik hutan maupun laut, perlu dilindungi dengan kembali menguatkan kearifan lokal yang sudah mengakar di masyarakat.

"Dengan mendorong kearifan lokal yang berbasis masyarakat tersebut, kita dapat menghindari lajunya daya rusak keanekaragaman hayati di Indonesia Timur," paparnya.

Oleh karena itu, diperlukan political will pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan produk hukum bersama dan tidak tumpang tindih dalam menjaga kearifan lokal di Indonesia Timur. Sebab, ini senafas dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yakni melindungi segenap rakyat Indonesia.

Sementara itu, Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau Kecil Walhi Parid Ridwanuddin mengharapkan pemerintahan baru memperhatikan keadilan ekologis dan keadilan iklim serta pemenuhan hak-hak masyarakat pesisir di Indonesia.

"Terkhusus pada kawasan Timur Indonesia, sebagai agenda utama pemerintahannya. Tak hanya itu, proyek ekstraktif dan neoekstraktif, seperti pertambangan pasir laut, reklamasi, penangkapan ikan terukur, pariwisata skala besar yang meminggirkan masyarakat, harus dihentikan," ucapnya.

Hal ini diperlukan demi terwujudnya keadilan antargenerasi di Indonesia. Ke depan, agenda keadilan iklim bagi masyarakat pesisir dan pulau kecil harus menjadi agenda arus utama dalam rencana pembangunan.

Direktur Walhi Maluku Utara Faizal Ratuela secara tegas menyampaikan kepada pimpinan negara untuk meninjau kembali seluruh investasi industri ekstraktif yang ada di pesisir laut dan pulau kecil, khususnya di kawasan timur Indonesia serta tidak menerbitkan izin baru terutama untuk industri ekstraktif.

Pada kesempatan itu, sebanyak 18 organisasi masyarakat sipil yang terhimpun dalam Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia menggelar Coastal and Small Islands People Summit 2024 di Kepulauan Banda Naira, Maluku, 08-13 September 2024.

Jaring Nusa juga menyampaikan sikap terhadap transisi kepemimpinan nasional menuju pemerintahan baru Prabowo-Gibran dengan "Serukan Resolusi Banda Naira 2024" yang berfokus pada upaya mendorong pengakuan sekaligus perlindungan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di kawasan timur Indonesia.

Baca juga: Sambut ISF 2024, Luhut berharap generasi muda ‘melek’ krisis iklim

Baca juga: Aliansi organisasi sipil serukan hadirnya undang-undang keadilan iklim

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024