Moskow (ANTARA) - Otoritas Spanyol berkomitmen untuk menjaga hubungan terbaik yang paling mungkin dengan rakyat Venezuela, kata juru bicara pemerintah Pilar Alegria pada Kamis.

Pada Rabu (11/9), ketua Majelis Nasional Venezuela, Jorge Rodriguez, meminta anggota parlemen segera mengesahkan resolusi untuk memutus hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Spanyol, setelah kongres kerajaan itu mendesak pemerintah Spanyol mengakui mantan kandidat Venezuela, Edmundo Gonzalez, sebagai presiden terpilih.

"Adalah kepentingan kami untuk selalu bekerja mempertahankan hubungan terbaik dengan rakyat Venezuela, berbeda dengan mereka yang menggunakan rakyat Venezuela untuk menyerang Pemerintah Spanyol," kata Alegria kepada wartawan.

Ia menambahkan bahwa kedutaan Spanyol di Venezuela saat ini beroperasi seperti biasa.

Majelis Rendah Parlemen Spanyol pada Rabu menyetujui usulan non-legislatif yang mendesak pemerintah kerajaan untuk mengakui mantan kandidat oposisi Edmundo Gonzalez sebagai "pemenang sah" pemilihan presiden Venezuela.

Inisiatif itu diajukan oleh Partai Rakyat yang berhaluan kanan atas dasar "penolakan berulang kali oleh otoritas pemilu Venezuela untuk menerbitkan hasil pemungutan suara dalam batas waktu yang ditetapkan dan dalam bentuk yang tepat," dan didukung oleh 177 dari 350 anggota parlemen.

Partai Pekerja Sosialis Spanyol yang berkuasa, dipimpin oleh Perdana Menteri Pedro Sanchez, tidak mendukung usulan non-legislatif tersebut.

Pemerintah Spanyol memastikan telah memberikan suaka kepada Gonzalez awal pekan ini dan menerbangkannya keluar dari negara tersebut dengan pesawat militer setelah memperoleh izin keluar dengan aman dari Caracas.

Politisi tersebut tiba di pangkalan militer di Madrid bersama istrinya dan sekretaris luar negeri Spanyol, Diego Martinez Belio.

Pada 3 September, Kantor Kejaksaan Agung Venezuela menyatakan bahwa pengadilan tingkat pertama di Venezuela mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Gonzalez, yang tiga kali gagal hadir untuk memberikan kesaksian.

Kantor kejaksaan sedang menyelidiki publikasi daring data oposisi dari tempat pemungutan suara yang berjalan paralel dengan pengumuman resmi komisi pemilu terkait hasil pemilihan presiden, serta dugaan hasutan untuk melakukan kekerasan di jalanan.

Pemilihan presiden di Venezuela diadakan pada 28 Juli, dan sehari setelahnya Dewan Pemilihan Nasional mendeklarasikan Nicolas Maduro sebagai presiden terpilih untuk periode 2025-2031.

Menurut dewan pemilu, ia memperoleh 51 persen suara. Sehari kemudian, protes meletus di Venezuela, dengan bentrokan di Caracas antara polisi dan demonstran yang mulai melemparkan batu dan bom molotov ke petugas keamanan.

Menurut kantor kejaksaan agung, lebih dari 2.000 orang telah ditahan terkait kasus penghancuran infrastruktur negara, hasutan kebencian, dan terorisme.

Pemerintah Venezuela menyatakan adanya campur tangan dari sejumlah negara dalam pemilihan tersebut dan dalam hak rakyat untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Sumber : Sputnik-OANA
Baca juga: Mantan kandidat presiden Venezuela dapat suaka di Spanyol
Baca juga: Polisi Spanyol tangkap mantan kepala intelijen militer Venezuela
Baca juga: Venezuela usir duta besar Spanyol setelah EU keluarkan sanksi



 

Penerjemah: Primayanti
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024