Pertumbuhan ekonomi harus jalan bersamaan dengan upaya keberlanjutan. Kebutuhan migas masih penting terutama primer dan transportasi.
Jakarta (ANTARA) - Kebijakan adaptif pemerintah dinilai dapat menjadi kunci dalam menjaga momentum kebangkitan industri hulu migas di Indonesia.

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengungkapkan diperlukan pendekatan seimbang dalam transisi energi di Indonesia.

"Pertumbuhan ekonomi harus jalan bersamaan dengan upaya keberlanjutan. Kebutuhan migas masih penting terutama primer dan transportasi,” kata Jodi saat membuka IATMI Business Talk, di Jakarta, Kamis, dikutip dari keterangan tertulis.

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menggelar diskusi IATMI Business Talk bertema "Prediksi Arah Kebijakan Hulu Migas Nasional di Pemerintahan Baru" yang bertujuan untuk memberi masukan serta saran konstruktif kepada pemerintah yang baru dalam pengelolaan industri hulu migas ke depan.

Potensi migas di Indonesia diyakini masih besar, apalagi optimisme makin tinggi dengan ditemukannya beberapa cadangan dalam jumlah besar (giant discovery) di South Andaman serta North Ganal. Momentum itu harus terus dijaga melalui keberlanjutan kebijakan oleh pemerintah baru yang bakal segera dilantik pada 20 Oktober 2024 nanti.

Lebih lanjut, Jodi mengakui ada tantangan dari sisi penyelarasan aturan main. Untuk itu, pemerintah bertekad untuk membangun fondasi kuat dari sisi regulasi. Salah satu regulasi paling krusial yang bakal dikejar adalah revisi Undang-Undang Migas (RUU Migas).

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ariana Soemanto menyatakan tongkat estafet industri hulu migas di tanah air akan terus berlanjut dengan mengedepankan prinsip fleksibilitas tanpa melupakan kepentingan negara.

Ia mencontohkan dalam pengembangan temuan Geng North di North Ganal, proses pembahasan rencana pengembangan jadi salah satu benchmark dan contoh nyata bahwa pemerintah bergerak lebih cepat mengikuti ritme pelaku usaha.

"Pemerintah berikan tambahan waktu eksplorasi untuk ENI. Pemerintah adaptif saat ini, terutama dalam tiga tahun terakhir. Misalnya apa yang dilakukan untuk blok baru itu kita bisa berikan split up to 50 persen," kata Ariana.

Dia mengakui salah satu fundamental perubahan industri migas tanah air adalah UU Migas. Namun, pemerintah tidak tinggal diam hanya menunggu terbitnya UU baru.

Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara menegaskan penerbitan UU Migas yang baru juga merupakan salah satu strategi utama untuk secara "radikal" mengubah paradigma industri migas di tanah air ke depan.

Tuntutan keberlanjutan lingkungan dan transisi energi dipastikan harus masuk dalam UU baru tersebut.

"Dulu tidak ada yang bicara net zero emission (NZE), sekarang ada. Transisi energi ini waktunya terbatas, tahun 2050. Sebelum itu investasi harus dilakukan," ujar Benny.

Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina Chalid Said Salim menilai salah satu kebijakan adaptif yang bisa dilakukan pemerintah ke depan adalah mendukung percepatan pelaksanaan pengurasan minyak lanjutan atau enhanced oil recovery (EOR).

Menurut dia, implementasi EOR dibutuhkan dukungan yang tidak kalah besar seperti yang diberikan pemerintah kepada pengembangan migas non-konvensional (MNK).

Seperti diketahui, pemerintah sudah menerbitkan beleid terbaru yang memberikan keistimewaan bagi pelaku usaha yang mengembangkan MNK dengan bagi hasil bagian kontraktor bisa mencapai 95 persen.

Sedangkan, Ketua IATMI Raam Krisna mengharapkan diskusi yang diinisiasi IATMI itu bisa memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah, sehingga bisa menjaga momentum peningkatan gairah investasi yang kini sedang terjadi.

"IATMI yakin dengan sinergi yang kuat dapat mewujudkan industri migas yang kompetitif dan berkelanjutan," kata Raam.

Sekretaris Jenderal IATMI Inge Sondaryani juga mengharapkan IATMI Business Talk kali ini bisa jadi jembatan antara para pemangku kepentingan dengan pemerintah untuk menyamakan visi guna mencari jalan terbaik dalam upaya meningkatkan produksi migas.

"IATMI Business Talk kali ini memang sengaja kami inisiasi agar para pelaku usaha juga bisa sampaikan pandangannya secara utuh, apa saja yang dibutuhkan untuk industri migas ke pemerintahan yang akan datang," ujar Inge.

Ketua Panitia IATMI Business Talk Firmansyah Arifin menilai kehadiran pemain utama dalam acara tersebut membuktikan bahwa sektor hulu migas masih jadi sektor penting meskipun ada tekanan transisi energi dengan penggunaan energi baru terbarukan.

"Di era transisi energi ini justru migas makin penting. Acara ini diharapkan mampu merumuskan gagasan yang bisa menjawab berbagai tantangan pengelolaan hulu migas di era transisi energi," ujar Firmansyah pula.
Baca juga: Industri hulu migas bangun ruang hijau Taman Buah Puspantara di IKN
Baca juga: Industri hulu migas perlu keberpihakan untuk capai ketahanan energi

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024