Palu (ANTARA) - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mempertanyakan komitmen Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) terkait penyelidikan warga negara asing (WNA) asal China dalam kasus dugaan pertambangan ilegal.

"Kasus ini sudah berjalan tiga bulan, sejak penetapan tersangka oleh Polda Sulteng," kata Koordinator Jatam Sulteng Moh Taufik di Palu, Kamis.

Baca juga: Bareskrim Polri siap tindak WNA di tambang ilegal

Menurut dia, pemberitaan media massa sepekan terakhir bahwa kasus itu telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulteng. Namun, pihak Kejaksaan itu mengembalikan berkas tersebut ke penyidik Polda Sulteng untuk dilengkapi.

Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako Palu itu menjelaskan pengembalian berkas perkara ini berdasarkan penjelasan Pasal 138 Ayat 2 KUHAP.

“Dalam hal penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai dengan petunjuk tentang hal-hal yang harus dilengkapi dalam waktu empat hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan Kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum,” ujarnya.

Namun proses pengembalian berkas perkara, kata dia, menimbulkan pertanyaan karena seharusnya proses pengembalian berkas itu sudah selesai. Alasannya, proses penanganan kasus itu sejak dari penetapan tersangka sudah berjalan tiga bulan lamanya.

"Proses penindakan terhadap pelaku kegiatan pertambangan ilegal ini, seharusnya sudah masuk dalam tahap peradilan dan mengadili para pelaku penambang ilegal tersebut," ujarnya.

Dalam kasus kegiatan pertambangan ilegal itu, kata dia, Jatam mendesak aparat penegak hukum bisa melengkapi bukti-bukti, yang tidak hanya berhenti pada dua orang WNA itu.

"Pihak kepolisian harus berani membongkar dugaan keterlibatan para pemodal tambang ilegal di Sulawesi Tengah, yang juga mungkin punya peran penting dalam melakukan kegiatan pertambangan ilegal di Kota Palu," kata Taufik.

Baca juga: Anggota DPR desak penegak hukum usut dalang tambang ilegal di Palu

Sebelumnya, Direktorat Reskrimsus Polda Sulawesi Tengah menetapkan dua warga negara asing (WNA) asal China sebagai tersangka dugaan pertambangan ilegal di wilayah Kota Palu pada 4 Juni 2024, masing-masing berinisial LJ (62) dan ZX (62).

Direktur Reskrimsus Polda Sulteng Kombes Pol Bagus Setiyawa menyampaikan bahwa kedua WNA yang ditetapkan tersangka itu masuk ke Indonesia menggunakan visa kunjungan.

Namun, kata dia, mereka melakukan aktifitas pertambangan dengan sistem perendaman, di wilayah izin konsesi PT Citra Palu Mineral (CPM).

Pelaku inisial LJ (62) warga negara China sebagai pekerjaan teknisi dan inisial ZX (62), warga negara China, pekerjaan teknisi pada laboratorium, keduanya beralamat di Hunan, China.

Pihak Kepolisian te;ah menyita tiga unit alat berat excavator, 20 buah tong plastik, empat unit mesin alkon, tiga batang pipa paralon, satu set alat uji sampel, dua buah jerigen kapasitas 30 liter berisi bahan kimia hidrolik acid 32 persen dan hydrogen peroksida.

Baca juga: Ahli nilai "police line" di tambang ilegal seperti sitaan terselubung
​​​​​​​
Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada mengatakan pihaknya siap menindak para warga negara asing (WNA), yang bekerja di pertambangan ilegal.

"Kalau yang salah, kita tindak," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Hal itu disampaikan Wahyu, saat ditanyakan perkembangan kasus penangkapan dua WNA di pertambangan ilegal di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Baca juga: DLH Palu uji laboratorium mata air di lubang tambang Poboya
Baca juga: DPR minta KLHK lakukan riset soal air sungai tercemar akibat tambang

Pewarta: Fauzi
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024