mengalami kerentanan berlapis sebagai pekerja informal dan sebagai perempuan
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang perempuan pekerja rumahan rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan.
"Perempuan pekerja rumahan rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan, serta mengalami kerentanan berlapis sebagai pekerja informal dan sebagai perempuan," kata Anggota Komnas Perempuan Tiasri Wiandani dalam webinar di Jakarta, Kamis.
Menurut Tiasri Wiandani, terdapat berbagai persoalan yang dihadapi perempuan pekerja rumahan, diantaranya pengakuan atas identitas kerja mereka dan umumnya dianggap bukan pekerjaan.
"Terlebih pekerjaan ini dilakukan oleh mayoritas perempuan yang dianggap bukan pencari nafkah utama di dalam keluarga," katanya.
Selain itu, pekerja informal tidak diakui dan tidak diakomodir oleh Undang-undang Ketenagakerjaan.
Di Indonesia, data mengenai pekerja sektor informal berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis kelamin belum tersedia.
"Pekerja rumahan melakukan pekerjaan dalam kondisi putting out system, rumah menjadi lokasi produksi sekaligus eksploitasi kerja yang terselubung," kata Tiasri Wiandani.
Baca juga: Komnas Perempuan kaji situasi dan data pekerja rumahan di Indonesia
Baca juga: Pemkot Malang perjuangkan hak perempuan pekerja rumahan
Ia mengungkapkan, sebuah survei terhadap 5.381 pekerja rumahan di 29 kabupaten menunjukkan bahwa 92 persen pekerja rumahan mengalami situasi kerja tidak layak.
"Lapisan persoalan ini membuat keberadaan pekerja rumahan semakin tidak tampak, tidak diakui, dan tidak terlindungi," kata Tiasri Wiandani.
Selain itu, skema pengupahan pekerja rumahan berdasarkan satuan hasil dan kebanyakan diupah sangat rendah.
Ia mengatakan, pekerja rumahan juga tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) sebagaimana pekerja formal dan tidak mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Baca juga: Komnas Perempuan dorong pemerintah susun regulasi pekerja rumahan
Baca juga: Perekrutan daring PRT membuat pekerja rentan dieksploitasi
Baca juga: Amnesty International desak DPR sahkan UU Perlindungan PRT
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024