Hal ini mempromosikan keberlangsungan keanekaragaman hayati, mencegah deforestasi, dan mendukung komunitas lokal 
Jakarta (ANTARA) - Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (PuSTARhut) menggelar Simposium Nasional dengan tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau” yang menekankan pentingnya penggunaan produk hutan dan bersertifikat serta dikelola secara berkelanjutan.

Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) Ary Sudijanto dalam kegiatan Simposium Nasional di Jakarta Kamis mengatakan, hal tersebut untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan mendukung ekosistem yang sehat.

“Hal ini mempromosikan keberlangsungan keanekaragaman hayati, mencegah deforestasi, dan mendukung komunitas lokal yang merupakan langkah aksi untuk mengatasi krisis keragaman hayati,” kata Ary Sudijanto.

Dia menjelaskan, tidak hanya itu, penggunaan sumber daya hutan yang dilakukan secara benar juga dapat diimplementasikan sebagai alternatif untuk mengurangi jejak karbon yang ada.

“Konstruksi berbahan kayu pada separuh bangunan dapat mengurangi emisi sebesar 0,15 miliar tCO2e per tahun, dengan tambahan 0,52 miliar tCO2e per tahun yang tersimpan di material kayu dalam bangunan,” ujar Ary.

Sehingga, untuk menghadapi berbagai tantangan terkait tripel planetary crisis, integrasi standar produk hutan dalam konstruksi hijau merupakan langkah krusial menuju pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.

“Kebijakan untuk mendukung penggunaan material kayu, serta pengurangan limbah dan peningkatan daur ulang bahan bangunan membutuhkan pedoman yang jelas, salah satunya dengan pengembangan standar-standar baik berupa standar mutu produk kayu, kayu olahan, jaminan kelestarian hutan dan sertifikasinya, maupun standar perdagangan produk kayu global” kata Ary.

Guna mencapai hal tersebut, dia meyakini bahwa perlu adanya didukung dan juga kebijakan yang komperhensif di antaranya dengan kebijakan standardisasi yang merupakan bagian dari upaya penguatan tata kelola industri kehutanan.

“Standar harus dipastikan sesuai dengan kebutuhan, tepat sasaran, diterapkan, dan dikawal dan dipantau penerapannya,” tegasnya.

Dia juga berharap, ke depannya untuk penggunaan material bangunan ramah lingkungan perlu didukung dengan adanya Standar Kriteria Material Bangunan Ramah Lingkungan.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Standarisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, Wening Sriwulandari mengatakan bahwa Simposium Nasional ini merupakan ajang yang penting untuk membahas standardisasi hasil hutan guna mendukung ekonomi sirkular dalam konstruksi hijau.

“Simposium Nasional ini merupakan wahana untuk bisa berbincang dan merekomendasikan terkait dengan standar hasil hutan untuk mendukung ekonomi sirkular dalam konstruksi hijau,” katanya.

Dia menegaskan bahwa ekonomi sirkular merupakan model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin.

Selain itu, ekonomi sirkular memiliki prinsip yang mencakup pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam.

"Saya rasa, prinsip ini sejalan dengan upaya pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, kita dapat mengurangi dampak lingkungan, melestarikan sumber daya hutan, dan berkontribusi pada bumi dan lingkungan yang lebih sehat dan tangguh. Konstruksi merupakan salah satu sektor prioritas penerapan ekonomi sirkular di Indonesia," katanya.

Pewarta: Chairul Rohman
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024