Jakarta (ANTARA) - Lemak perut berlebih dikenal meningkatkan risiko gangguan metabolik seperti diabetes dan penyakit jantung.

Dikutip dari Medical Daily, Kamis, studi terbaru menambahkan alasan lain untuk menargetkan akumulasi lemak viseral yang membandel, karena para peneliti menemukan bahwa lemak ini terkait dengan nyeri kronis yang luas, terutama pada wanita.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa obesitas, secara umum, terkait dengan nyeri muskuloskeletal.

Baca juga: Memiliki lemak perut di usia paruh baya berisiko Alzheimer

Baca juga: Jenis sarapan untuk halau lemak perut


Studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Regional Anesthesia & Pain Medicine mengeksplorasi bagaimana jaringan lemak berlebih di sekitar perut mempengaruhi risiko nyeri muskuloskeletal kronis di berbagai lokasi tubuh.

Untuk menyelidiki hal ini, para peneliti menganalisis data dari 32.409 peserta dalam studi UK Biobank, dengan usia rata-rata 55 tahun.

Peserta mengisi kuesioner dan menjalani penilaian kesehatan, termasuk pemindaian MRI, untuk mengukur dua jenis lemak perut: jaringan adiposa viseral (VAT), yang mengelilingi organ internal, dan jaringan adiposa subkutan (SAT), lemak tepat di bawah kulit yang bisa dicubit.

Peserta diminta untuk melaporkan adanya nyeri, termasuk nyeri di leher/bahu, punggung, pinggul, lutut, atau di seluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan. Setelah dua tahun, pemindaian MRI dan penilaian nyeri diulang pada 638 peserta.

Analisis rinci mengungkapkan hubungan yang jelas antara jumlah lokasi nyeri kronis dan jenis lemak tubuh, termasuk lemak viseral (VAT), lemak subkutan (SAT), rasio mereka, dan BMI.

"Asosiasi ini lebih kuat pada wanita, di mana rasio odds untuk jumlah lokasi nyeri kronis yang lebih tinggi dua kali lipat untuk VAT, dan 60 persen lebih besar untuk SAT serta rasio VAT:SAT. Pada pria, rasio odds ini masing-masing 34 persen, 39 persen, dan 13 persen lebih tinggi. Tingkat lemak tubuh yang lebih tinggi juga terkait dengan peluang yang lebih besar untuk melaporkan nyeri kronis, dan sekali lagi asosiasi ini lebih menonjol pada wanita," kata siaran pers tersebut.

Namun, karena studi ini bersifat observasional, tidak dapat menetapkan hubungan sebab-akibat antara lemak perut dan nyeri kronis. Studi ini juga memiliki beberapa keterbatasan, termasuk ukuran kecil dari pemindaian MRI yang diulang dan kurangnya penilaian terhadap tingkat keparahan nyeri.

"Jaringan adiposa perut terkait dengan nyeri muskuloskeletal kronis, menunjukkan bahwa penumpukan lemak yang berlebihan dan ektopik mungkin terlibat dalam patogenesis nyeri muskuloskeletal kronis di beberapa lokasi dan yang luas. Oleh karena itu, mengurangi adipositas perut mungkin dianggap sebagai target untuk manajemen nyeri kronis, terutama bagi mereka yang mengalami nyeri di beberapa lokasi dan nyeri yang luas," tulis para peneliti.

Baca juga: Tips menghilangkan lemak perut menurut para ahli

Baca juga: Konsumsi kafein bantu hilangkan lemak di perut

Baca juga: "Sit-up" bukan cara efektif bakar lemak di perut

 

Penerjemah: Putri Hanifa
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024