Seorang pensiunan itu membutuhkan penghasilan berapa, sih? Misalnya dia jawab harus sampai 8 atau 10 juta, ya sudah berikan saja, itu tidak akan merugikan negara
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Lisman Manurung menyarankan pentingnya memberikan tambahan penghasilan bagi para lanjut usia (lansia) atau masyarakat yang memasuki masa pensiun untuk menopang jaminan hari tua dan mempersiapkan Indonesia dalam menghadapi populasi menua atau aging population.

“Kalau memang mau kebijakan yang bisa diimplementasikan secara langsung untuk memperbaiki jaminan hari tua bagi mereka yang akan masuk ke lanjut usia, mohon juga mempertimbangkan taraf pendapatan dari masyarakat. Kalau ditanya baik-baik, seorang pensiunan itu membutuhkan penghasilan berapa, sih? Misalnya dia jawab harus sampai 8 atau 10 juta, ya sudah berikan saja, itu tidak akan merugikan negara,” katanya saat dihubungi di Jakarta pada Selasa (10/9).

Ia menjelaskan pemerintah tidak akan rugi apabila memberikan kompensasi yang lebih besar bagi para pensiunan, karena mereka secara otomatis akan membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan di masa tua sekaligus menjaga kestabilan perputaran ekonomi.

“Mereka kan pasti membelanjakan uang itu, sehingga otomatis akan memutar ekonomi ya, dan tidak rugi juga bagi pemerintah karena dia sudah bekerja banyak kok selama hidupnya. Maka, pemikiran-pemikiran baru ini perlu dicermati untuk memastikan bahwa apa yang dipikirkan (pemerintah) juga direspons dengan baik oleh publik dan para pemangku kepentingan,” paparnya.

Baca juga: Menaker sebut kenaikan peserta BPU di program BPJS Ketenagakerjaan

Menurutnya, apabila jaminan hari tua yang diberikan sekarang masih memotong gaji pokok seorang karyawan, akan sulit memberikan motivasi bagi mereka untuk bekerja lebih baik, utamanya para aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja untuk pelayanan publik.

“Setiap uang yang diterima karyawan pada saat gajian, itu belum sampai di rumah kan sudah terpotong ini, terpotong itu, terpotong cicilan, terpotong macam-macam kan, nah, ini dipotong lagi (untuk jaminan hari tua) terus mau bagaimana, itu kan bisa mengganggu motivasi mereka melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari, apalagi yang bekerja di sektor pelayanan publik,” ucapnya.

Ia memberikan perbandingan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, atau Vietnam yang sudah menerapkan sistem pemberian gaji yang lebih baik bagi karyawan yang akan memasuki masa pensiun.

“Kalau dibandingkan dengan pegawai negeri Malaysia itu sudah jauh kita. Jadi, setiap dosen di Malaysia misalnya, dia mau pensiun, dipersilakan, dia mau kuliah di luar negeri, apalagi, silakan sambil santai-santai mengakhiri masa bakti gitu, lho. Nah, kita kan belum sampai ke situ. Di Bangkok, Thailand, dan Vietnam itu juga sudah lebih baik dari kita soal penggajian, sedangkan Indonesia masih berkutat dengan utang,” tuturnya.

Baca juga: Menaker akan revisi aturan program JHT jadi lebih sederhana

Selain itu, menurutnya, meski pendapatan rata-rata di Indonesia sudah tinggi, tetapi masyarakat yang bekerja kasar atau hard labor pendapatannya masih rendah dengan jaminan sosial yang lemah dan masih rentan.

“Kita sudah lihat sendiri orang masih mau mengerjakan pekerjaan yang sangat berat tapi bayarannya sedikit. Kalau di luar negeri, pekerjaan berat imbalannya luar biasa, misalnya untuk ahli pengelasan dasar laut, itu gajinya sebulan bisa beli mobil kan, karena risikonya tinggi, sedangkan di negara kita, pendapatan dari kelompok yang di bawah ini masih sangat rentan, dan secara statistik juga (masyarakat) kita masih hampir 10 persen yang di bawah garis kemiskinan,” ujar dia.

Untuk itu, ia menegaskan, demi memberikan rasa aman kepada masyarakat di hari tuanya dengan jaminan sosial yang memadai, pemerintah perlu mempertimbangkan memberikan tambahan kompensasi kepada para lansia sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

Baca juga: Presiden Jokowi perintahkan sederhanakan dan permudah pembayaran JHT

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024