Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 18 persen dari total penduduk Indonesia diperkirakan tinggal di kawasan kumuh perkotaan yang luas seluruhnya mencapai sekitar 42.500 hektar, kata seorang pejabat. "Melalui peringatan Hari Habitat Nasional 2006 yang jatuh pada tanggal 2 Oktober mendatang, Pemerintah mencanangkan suatu target untuk mengurangi jumlah kawasan pemukiman kumuh tersebut hingga 50 persen dari total 42.500 hektar tersebut," kata Sekretaris Menteri Negara Perumahan Rakyat (Sesmenpera) Noer Soetrisno kepada wartawan di Jakarta, Kamis. Dalam konperensi pers tersebut, tampil pula sebagai nara sumber Sekretaris Ditjen Cipta Karya Ismanto dan Perwakilan "United Nations" (UN) Habitat Indonesia, Dodo Yuliman. Noer Soetrisno mengatakan bahwa jika satu hektar ditempati oleh sekitar 500 jiwa penduduk Indonesia seperti ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS), maka total 42.500 hektar dikali 500 jiwa jumlahnya 21,25 juta jiwa atau hampir sekitar 18 persen dari total penduduk Indonesia yang sekitar 120 juta jiwa tinggal di kawasan permukiman kumuh. Data tersebut juga diperkuat data BPS baru-baru ini yang menyebutkan bahwa sekitar 14 persen dari total perumahan di Indonesia merupakan kawasan perumahan kumuh perkotaan, yang biasanya berada di bantaran kali dan tepi pantai. BPS telah memprediksikan bahwa jika masalah ini tidak diatasi maka dalam tempo 5-10 tahun mendatang Pulau Jawa akan menjadi "pulau kota" yang penuh dengan kawasan kumuh. Ciri-ciri permukiman kumuh tersebut ditandai dengan rumah yang masih berlantai tanah dan belum menikmati air bersih, serta kurangnya sanitasi. Problem ketiadaan air bersih bagi rumah tangga di kawasan kumuh di Indonesia merupakan masalah krusial karena jumlahnya hingga tahun 2004 mencapai sekitar 45 persen. Dikatakan bahwa terdapat 10 kota di Indonesia yang dianggap memiliki beban kawasan pemukiman kumuh yakni Jakarta, Medan, Semarang, Bandung, Batam, Palembang, Makassar, Banjarmasin, Surabaya, dan Yogyakarta.Kredit Mikro Sementara itu, Sekretaris Ditjen Cipta Karya Ismanto mengatakan bahwa munculnya permukiman-permukiman kumuh di kawasan urban (perkotaan) ini tidak lepas dari mengalirnya masyarakat pedesaan ke perkotaan disebabkan sulitnya mencari penghidupan di pedesaan dibandingkan di perkotaan. Beberapa strategi yang disiapkan pemerintah dalam rangka mengurangi kawasan permukiman kumuh tersebut antara lain melalui program perluasan wilayah kota, pemberian kredit mikro dalam rangka peningkatan kualitas rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, perbaikan sanitasi, penyediaan air bersih yang cukup di kawasan-kawasan kumuh tersebut, serta pembangunan rumah-rumah susun (rusun) yang dapat dimiliki atau disewa masyarakat berpenghasilan rendah. Noer Sutrisno mengatakan bahwa dalam rangka menarik masyarakat yang bermukim di kawasan permukiman kumuh untuk pindah ke tempat yang lebih baik dengan jalan membeli rusun sederhana atau menyewa rusun, dia mengharapkan adanya penyediaan fasilitas air minum dan listrik yang disubsidi pemerintah. "Misalnya, PLN menyediakan kembali pasokan listrik berkekuatan 450 watt untuk rumah tangga," kata Noer. Karena itu, kata dia, peringatan Hari Habitat Nasional tersebut akan dijadikan momentum dalam rangka pengurangan jumlah kawasan pemukiman kumuh yang sejalan dengan tujuan Millenium Development Goals (MDG) yang dicanangkan PBB dalam rangka mengurangi jumlah kemiskinan di dunia. Dikatakan bahwa dalam rangkaian hari peringatan tersebut akan diadakan berbagai acara yang bertujuan untuk menggerakkan dan meningkatkan kepedulian para "stakeholders", meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat, terhadap peningkatan kualitas permukiman di perkotaan serta percepatan pencapaian MDG. Dalam rangkaian acara hari peringatan tersebut, antara lain akan diberikan penghargaan kepada para walikota yang telah menunjukkan kontribusinya dalam pelaksanaan program-program Habitat, "talkshow" di TVRI serta pencanangan pembangunan rumah susun di Berlan, Jakarta Timur. Sementara itu, Perwakilan UN Habitat Indonesia Dodo Yuliman mengatakan bahwa tema yang dicanangkan UN Habitat pada peringatan Hari Habitat 2006 adalah "Cities, Magnets of Hope." Hal ini, kata dia, mencerminkan peran kota-kota sebagai daya tarik yang memberikan harapan hidup bagi penduduk dan pendatang untuk hidup di lingkungan kota yang layak. Dikatakan bahwa pada tahun 1950, hanya sepertiga penduduk dunia tinggal di perkotaan, sedangkan saat ini jumlahnya telah meningkat pesat menjadi hampir separuh penduduk dunia. Hingga tahun 2050 mendatang diperkirakan jumlah penduduk dunia yang tinggal di perkotaan akan meningkat menjadi dua pertiga penduduk dunia atau sebanyak 6 miliar jiwa. Dikatakan bahwa data PBB menyebutkan pada saat ini di dunia terdapat aliran urbanisasi penduduk desa ke kota sekitar 180 ribu orang per hari.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006