PBB (ANTARA) - Presiden sesi ke-78 United Nations General Assembly (UNGA), Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PB), Dennis Francis menyerukan gencatan senjata di Gaza dan mendesak negara-negara anggota PBB untuk berkomitmen kembali dalam mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, serta memerangi ketidaksetaraan.

"Tidaklah berlebihan jika mengatakan bahwa besarnya penderitaan manusia akibat ulah manusia yang kita saksikan di seluruh dunia sungguh mengejutkan," ujar Francis, yang juga perwakilan tetap Trinidad dan Tobago di PBB, dalam rapat pleno ke-109 sesi tersebut, Selasa (10/9).

UNGA mengakhiri sesi ke-78 pada Selasa (10/9).

Seraya mengingatkan soal tema sesi itu, yakni "Membangun Kembali Kepercayaan dan Mengobarkan Solidaritas Global: Mempercepat Aksi Mewujudkan Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menuju Perdamaian, Kemakmuran, Kemajuan, dan Keberlanjutan untuk Semua," Francis menyerukan kepada PBB agar memenuhi mandatnya untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional di tengah maraknya konflik di Ukraina, Haiti, Timur Tengah, dan Afrika.

Mengenai situasi di Gaza, Francis mengulangi seruannya untuk pencapaian gencatan senjata dan pembebasan semua sandera yang tersisa dengan segera dan tanpa syarat.

"Dengan tulus saya berharap upaya yang sedang berlangsung akan menghasilkan gencatan senjata, meskipun jika hanya sementara, dan semoga upaya ini dapat mengarah pada proses politik untuk mencapai perdamaian yang langgeng demi kepentingan rakyat di wilayah tersebut," tutur Francis.

Francis memperingatkan bahwa jika dunia tetap pada jalurnya saat ini, jutaan orang akan menghadapi kemiskinan dan kelaparan pada 2030, dan bahwa "kita masih jauh dari jalur untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030."

Menggarisbawahi bahwa dunia sedang mengalami transformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang didorong oleh revolusi di bidang kecerdasan buatan, teknologi digital, dan inovasi ilmiah, Francis mengatakan bahwa "manfaatnya tidak bisa hanya dinikmati oleh segelintir orang yang diuntungkan".

Francis juga memperingatkan bahwa jika dunia tidak mencapai target 1,5 derajat Celsius yang tercantum dalam Paris Agreement (Perjanjian Paris), jutaan orang yang berada dalam situasi rentan akan mengalami dampak yang sangat buruk, dan naiknya permukaan air laut mengancam akan merendam negara-negara berkembang yang berbentuk kepulauan kecil dan masyarakat pesisir di dataran rendah.

Meskipun berbagai tantangan yang dihadapi dunia mungkin kompleks, masyarakat internasional masih mampu mengatasi tantangan tersebut, ujar Francis.

"Alat yang paling kuat dan efektif adalah sistem multilateral".

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres pada awal rapat pleno tersebut mengatakan bahwa sesi ke-78 UNGA ditutup dengan melewati tahun yang penuh gejolak. Dia mengatakan bahwa tahun ini adalah tahun yang penuh gejolak, ditandai dengan kemiskinan, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan yang berlanjut, ditambah dengan perpecahan, kekerasan, dan konflik.

Tahun ini juga tercatat sebagai tahun dengna suhu terpanas dalam sejarah.

Ada harapan dan inspirasi yang terus berkembang "terkait apa yang dapat kita capai jika kita bekerja sebagai satu kesatuan," ujar Guterres, merujuk kepada semangat solidaritas yang menjadi ciri pencapaian-pencapaian UNGA.

Guterres memuji "keterampilan, kepengurusan, dan dedikasi yang sempurna" dari Francis serta menyoroti pencapaiannya sebagai presiden UNGA.

"PBB, dan sistem multilateral itu sendiri, hanya efektif sesuai komitmen negara-negara anggotanya terhadap sistem tersebut," kata Guterres.

Philemon Yang dari Kamerun, presiden terpilih untuk sesi ke-79 UNGA, mengambil sumpah jabatan sebelum Francis menutup sesi ke-78. Sesi ke-79 dijadwalkan dibuka pada Selasa sore hari waktu setempat.
 

Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024