Bagaimana simulasi penyelamatan diri dan evakuasi sudah harus dimulai secara berjenjang, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan kelompok komunal, sampai RT, RW, lingkungan. Ini rasanya perlu dibahas dan disiapkan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan bahwa simulasi serta edukasi kebencanaan harus disosialisasikan sampai tingkat terkecil yakni tingkat RT, RW, dan juga keluarga, guna meningkatkan kewaspadaan jika terjadi sebuah bencana.

“Bagaimana simulasi penyelamatan diri dan evakuasi sudah harus dimulai secara berjenjang, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan kelompok komunal, sampai RT, RW, lingkungan. Ini rasanya perlu dibahas dan disiapkan, sehingga kewaspadaan di daerah rawan bencana betul-betul terbentuk,” kata Lestari Moerdijat saat kegiatan Forum Diskusi Denpasar (FDD) 12 secara daring, di Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu dia menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pengamanan bencana ini sudah harus memiliki sistem serta membangun berbagai infrastruktur yang memadai baik untuk mencegah maupun memberikan informasi nyata terkait bencana alam.

Baca juga: MPR: Pemerintah harus aktif melakukan mitigasi bencana alam

Selain itu, lanjut dia, sebuah sistem yang bersifat real juga harus dimiliki oleh pihak-pihak terkait agar bisa mereduksi kecemasan masyarakat yang bermukim di wilayah rawan bencana.

Untuk merespon hal tersebut, Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Riyanto menyatakan bahwa pihaknya telah membangun infrastruktur Multi-Hazard Early Warning System (MHEWS) di berbagai daerah.

“Multi Hazard Awarning System, kita juga membangun early warning tsunami. Ini masih ada korelasinya dengan tema saat ini, itu sedang dikerjakan bersama dengan BMKG, mulai dari Aceh sampai dengan Papua kita akan bangun sistem ini,” ujar dia.

Baca juga: MPR ingatkan pentingnya jaga kesiapsiagaan hadapi bencana

Tidak hanya itu saja, kata dia, BNPB bersama dengan pemangku lainnya juga melakukan berbagai aktifitas penyuluhan untuk membantu masyarakat bisa menghadapi bencana yang memang tidak bisa diprediksi dan juga tidak bisa ditolak kehadirannya.

Untuk itu dia berharap tidak ada lagi dikotomi saat bencana yang membuat penanggulangan bencana menjadi lamban karena masih memiliki egosentris, sehingga pihak-pihak menutup mata jika adanya bencana baik  diakibatkan dari alam, non-alam maupun sosial.

“Kami di pusat masih berjibaku dan kita harus turun langsung, di dalam (menanggulangi) bencana tidak bisa kaku. Misal ini adalah bencana di kabupaten A dan bukan tanggung jawab kabupaten B, itu tidak bisa seperti itu. Karena prioritas satu jiwa itu, adalah berharga untuk kita semua,” ucapnya.

Baca juga: BNPB minta kepala daerah segera tetapkan status siaga kekeringan
Baca juga: BNPB gelar apel nasional siaga bencana gempa megathrust


Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024