Jakarta (ANTARA News) - Komisi Palang Merah Internasional (ICRC) Jakarta hingga Kamis belum menerima permintaan apapun dari Mira Agustina, istri Umar Al Faruq, tersangka teroris yang dikhabarkan tewas dalam kontak tembak dengan pasukan Inggris di Irak, 22 September lalu. "Hingga kini belum ada permintaan apapun dari istrinya maupun pihak keluarga. Kalaupun ada permintaan, itu harus dianalisa dahulu oleh Kantor Pusat ICRC di Jenewa," kata Koordinator Komunikasi ICRC Jakarta, Marcal Izard, menjawab pertanyaan ANTARA, Kamis. ICRC belum dapat menentukan sikap terkait dengan upaya pemulangan jenazah Al Faruq ke Indonesia, karena belum ada permintaan resmi dari pihak keluarga. Namun, ICRC selalu mengunjungi Al Faruq selama dia ditahan di penjara Baghram, Afghanistan, dan bahkan menjadi fasilitator "hubungan keluarga" antara dirinya dengan istrinya sampai dia dikhabarkan melarikan diri dari penjara itu sekitar Juli 2005, katanya. "Kami mengunjungi Al Faruq di Baghram secara teratur antara 2004-2005 hingga dia melarikan diri dari penjara itu... Setidaknya dia dan istrinya saling berkirim surat hingga enam kali selama periode itu," kata Marcal. Sehari sebelumnya, Sekretaris Jenderal Palang Merah Indonesia (PMI), Iyang D Sukandar, dalam penjelasannya kepada ANTARA mengatakan pihak keluarga Umar Al Faruq dapat meminta PMI dan ICRC untuk menjadi mediator agar dapat melihat jenazah atau membawa pulang jenazah Al-Faruq. Hal tersebut dimungkinkan karena antara lembaga Komisi Palang Merah Internasional dengan organisasi Palang Merah di berbagai negara memiliki kerjasama, termasuk pencarian orang yang hilang dan penghubung antara korban atau tawanan perang dengan keluarganya melalui program Tracer and Mailing Service (TMS). "Pihak keluarga bisa saja mengajukan surat permintaan melalui Palang Merah Indonesia atau kepada pihak ICRC yang memiliki perwakilan di Jakarta," katanya. Ia menjelaskan bila telah ada permintaan resmi dari pihak keluarga kepada PMI, pihaknya akan berkoordinasi dengan ICRC karena jenazah Al Faruq berada di luar Indonesia. "Tentunya demi kemanusiaan, kita akan lakukan itu bila ada permintaan. Tetapi tetap kita akan hubungi ICRC untuk hal itu karena si korbannya sendiri kan ada di Irak bukan di Indonesia, ICRC yang memiliki otoritas lebih luas ke sana," tuturnya.Masih menunggu Istri Al Faruq, Mira Agustina hingga kini masih menunggu kepastian resmi tentang kematian suaminya. "Saya masih menunggu khabar resmi kematian Al Faruq, sedangkan mengenai langkah selanjutnya saya serahkan sepenuhnya kepada pengacara saya. Kami masih tunggu pemberitahuan resmi," katanya. Sementara itu, penasehat hukum Mira Agustina, Eggy Sudjana, mengemukakan pihaknya telah berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah untuk menindaklanjuti khabar tentang tewasnya Al Faruq, sosok yang ditengarai merupakan tangan kanan Osama Bin Laden. "Selasa (26/9) lalu, saya sudah berkirim surat kepada Presiden Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri untuk menyampaikan nota protes kepada Pemerintah Inggris atas sikap militernya yang bertindak membabi buta, meski dia seorang teroris," katanya. Bagaimana pun, secara hukum, Al Faruq adalah warga negara Indonesia yang harus dilindungi hak-haknya di mana pun dia berada, meski dia seorang teroris, tuturnya. Bukti hukum kewarganegaraan Al Faruq, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), paspor dan akta nikah dengan Mira Agustina, hendaknya menjadi dasar bagi Pemerintah RI untuk mengupayakan agar Pemerintah Inggris benar-benar meminta maaf atas perlakuan militernya terhadap Umar Al Faruq. Pemerintah juga harus mengupayakan pihak keluarga untuk dapat melihat jenazah Al Faruq secara langsung atau membawa pulang jenazah pria kelahiran Kuwait itu ke Indonesia. Dalam perkembangan lain, Pemerintah Indonesia telah mengirim tim khusus ke Irak untuk melakukan verifikasi terhadap jenazah Umar Al Faruk itu. "Pemerintah Indonesia yakin, kemungkinan besar 99 persen itu adalah Umar Al Faruk, namun belum ada hitam di atas putih," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Luar Negeri (Deplu) Imron Cottan. Untuk memperoleh kepastian itu, kata dia, Pemerintah Indonesia mengirimkan tim khusus ke Irak untuk memastikan dan memberi informasi ke keluarga. Al Faruq ditangkap aparat intelijen dan keamanan Indonesia di kota Bogor 5 Juli 2002, sebelum publik negeri ini dibuat "terkaget-kaget" karena aparat langsung menyerahkannya ke pihak berwenang Amerika Serikat (AS) kendati dia berkewarganegaraan Indonesia. Tak berapa lama kemudian tersiar kabar Umar Faruq kabur dari penjara "super ketat" yang dijaga tentara AS di Baghram, Afghanistan sejak Juli. Namun berita pelariannya itu baru diketahui umum pada November tahun lalu sehingga permasalahan Umar Faruq tetap penuh dengan misteri. Perihal tewasnya Al Faruq di Irak, kantor berita DPA mengutip keterangan pejabat pemerintah Inggris di London menyebutkan sebanyak 250 prajurit menyerbu rumah tempat Umar Faruq tinggal di Baghdad, Minggu malam (24/9) lalu. "Suatu operasi secara hati-hati dilancarkan terhadap seorang pelaku teror yang sudah diketahui. Ketika ia melepaskan tembakan ke arah tentara, ia tewas dalam tembakan balasan," katanya. Umar yang telah dikaitkan dengan serangkaian penculikan dan pembunuhan dan diduga sebagai seorang letnan Osama bin Laden, ditembak ketika ia melawan saat penangkapan, katanya. Kepastian mengenai tewasnya Umar Al Faruq secara resmi telah diterima oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar yang mengaku mendapatkan kepastian itu dari mitranya di Irak. (*)

Copyright © ANTARA 2006