Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak nota keberatan (eksepsi) General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017–2020 Rosalina dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

"Menyatakan eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Rosalina tidak dapat diterima atau ditolak untuk seluruhnya," ucap Hakim Ketua Eko Aryanto membacakan amar putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Dalam eksepsinya, penasihat hukum Rosalina menyebut ada pelanggaran prosedural dalam perkara kliennya. Menurut kubu terdakwa, surat dakwaan disusun dengan tidak cermat, jelas, dan lengkap sehingga harus batal demi hukum.

Selain itu, penasihat hukum Rosalina juga mendalilkan bahwa Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara itu.

Terkait hal itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor menilai materi eksepsi Rosalina perihal dugaan pelanggaran prosedural bukanlah materi eksepsi, melainkan materi atau ruang lingkup praperadilan yang semestinya telah rampung sebelum perkara diajukan ke pengadilan.

"Namun, kesempatan atau hal ini tidak diajukan atau dilakukan oleh terdakwa melalui penasihat hukumnya saat itu. Perkara ini sekarang sudah masuk ke pengadilan maka pengadilan berkewajiban menerima dan tibalah majelis hakim tindak pidana korupsi yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut," ucap Eko.

Baca juga: Penambang timah mengaku pendapatannya capai Rp500 juta sebulan
Baca juga: PT RBT untung Rp1,1 triliun dari kerja sama smelter dengan PT Timah


Di sisi lain, majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut meski waktu kejadian tindak pidana (tempus delicti) dan saksi lebih banyak di wilayah hukum Pengadilan Negeri Pangkalpinang.

Hal itu karena perkara tersebut telah menarik perhatian masyarakat dan bersifat nasional, mengingat kerugian negara yang sangat besar dan melibatkan tersangka maupun terdakwa yang memiliki pengaruh dan kekuatan ekonomi besar.

"Dikhawatirkan memiliki kerawanan tinggi bila disidangkan di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Bangka Belitung, serta bisa atau adanya dugaan usaha teror dan intimidasi yang akan dialami penyidik dan menjadi tidak terkendali jika persidangan dilakukan di Pengadilan Negeri Pangkalpinang," kata Hakim Ketua.

Selain itu, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dimungkinkan mengadili perkara Rosalina demi efektivitas dan efisiensi, mengingat terdakwa ditahan di Jakarta.

Lebih lanjut majelis hakim menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum terhadap Rosalina telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap. Begitu pula dengan penjelasan soal waktu dan tempat pidana sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.

"Oleh karena itu, eksepsi dari penasihat hukum terdakwa Rosalina tidak berdasar hukum sehingga haruslah ditolak," ucap Eko.

Dengan demikian, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan surat dakwaan dinyatakan sah menurut hukum dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Rosalina.

Pada perkara ini, Rosalina didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022. Meski terlibat dalam kasus tersebut, Rosalina tidak menerima uang dan tidak melakukan tindak pidana pencucian uang.

Oleh karena itu, Rosalina terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024