Phnom Penh (ANTARA) - Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet pada Selasa (10/9) menyerukan para pengekspor produk pertanian untuk menyasar negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara kerajaan itu agar dapat memperoleh manfaat maksimal dari pakta perdagangan tersebut.

Kamboja merupakan salah satu negara anggota perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), dan negara Asia Tenggara tersebut juga memiliki serangkaian perjanjian perdagangan bebas bilateral dengan China, Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab.

Kesepakatan-kesepakatan perdagangan itu memungkinkan Kamboja mengekspor produknya ke negara-negara tersebut dengan tarif preferensial.

Saat menyampaikan pidato dalam upacara penutupan forum beras tahunan di Phnom Penh, Hun Manet mengatakan bahwa RCEP serta perjanjian perdagangan bebas bilateral tersebut harus dimanfaatkan sepenuhnya.

Hun Manet juga mendesak para produsen dan pengekspor untuk memprioritaskan kualitas, standar, dan stabilitas rantai pasokan guna memastikan persaingan jangka panjang sekaligus membangun reputasi yang kuat bagi produk Kamboja.

RCEP terdiri dari 15 negara Asia-Pasifik termasuk 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), serta lima mitra dagang mereka, yakni China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.

Kin Phea, direktur jenderal Institut Hubungan Internasional Kamboja, sebuah wadah pemikir (think tank) di bawah naungan Akademi Kerajaan Kamboja, mengatakan kepada Xinhua bahwa RCEP dan perjanjian perdagangan bebas bilateral itu membuka pasar yang besar bagi produk pertanian Kamboja dengan konsesi tarif.

"RCEP dan perjanjian perdagangan bebas bilateral, bersama dengan Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI), akan membantu Kamboja mencapai tujuan ambisiusnya untuk menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas pada 2030 serta negara berpenghasilan tinggi pada 2050," tuturnya.

Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024