Mayoritas anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut dari kaum pria, karena anak laki-laki rentan menjadi korban pelaku pelecehan seksual karena mudah terbujuk oleh si pelaku yang merupakan phedopolia,"
Sukabumi (ANTARA News) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat setiap tahunnya ada sekitar 400 anak Indonesia yang menjadi korban kekerasan seksual, baik yang dilakukan oleh keluarga maupun orang dewasa lainnya.
"Mayoritas anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut dari kaum pria, karena anak laki-laki rentan menjadi korban pelaku pelecehan seksual karena mudah terbujuk oleh si pelaku yang merupakan phedopolia," kata Seketaris Jenderal KPAI, Erlinda, kepada Antara di Sukabumi, Jabar, Sabtu.
Menurut Erlinda, banyaknya kasus kekerasan kepada anak yang paling utama disebabkan adanya kesempatan yang dimanfaatkan oleh pelaku serta pengawasan dari orang tua yang minim, sehingga si pelaku dengan mudah membujuk calon korbannya untuk melayani hasrat seksualnya tersebut.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pihak KPAI daerah yang paling rawan terjadi kasus kekerasan seksual kepada anak adalah tempat-tempat wisata, salah satu contohnya adalah kasus kekerasan sesual yang terjadi kepada puluhan anak di Kota Sukabumi yang dilakukan oleh tersangka AS.
Sesuai pengakuan dari tersangka dan korbannya, kekerasan seksual tersebut dilakukan di bekas tempat wisata pemandian air panas Lio Santa yang tidak jauh dari rumah korban dan tesangka.
"Adapun provinsi yang paling rawan terjadi kekerasan seksual terhadap anak-anak adalah Bali, lalu Medan dan Nusa Tenggara Barat. Provinsi tersebut memiliki tempat wisata yang cukup eksotis dan biasanya banyak wisatawan baik asing maupun lokal yang datang ke daerah itu," tambahnya.
Oleh karena itu, kata Erlinda, agar kasus ini tidak terulang kembali yang paling utama adalah peran orang tua untuk menjaga komunikasi dengan anak serta ditambah harus meningkatkan peran keagamaan.
Selain itu, peran serta pemuka agama pun cukup tinggi untuk mengantisipasi terjadi kekerasan seksual terhadap anak, sebab agama merupakan salah satu benteng yang kokoh untuk menjaga seseorang berubah kebiasaannya.
"Kasus seperti ini ibarat fenomena gunung es, atau bisa dikatakan satu orang korban yang melapor di belakangnya ada enam anak yang menjadi korban tetapi tidak melapor," katanya.
(KR-ADR/E011)
Pewarta: Aditya A Rohman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014