Jakarta (ANTARA News) - Lapisan tipis mikroorganisme yang berada pada kulit memainkan peran penting dalam penyembuhan luka, demikian hasil studi terbaru yang dipresentasikan peneliti senior, Dr Matthew Hardman dari University of Manchester Healing Foundation Centre.

"Studi ini memberikan kita pemahaman lebih baik soal jenis spesies bakteri dalam kulit yang luka, lalu bagaimana sel-sel kita merespons bakteri serta bagaimana interaksi itu dapat memengaruhi penyembuhan," ujar Dr Hardman, seperti dilansir Medical News Today.

Untuk keperluan studi, para peneliti membandingkan bakteri di kulit dari orang-orang yang memiliki luka kronis dan orang yang lukanya telah sembuh.

Mereka menemukan adanya perbedaan dalam koloni bakteri dari kedua kelompok orang ini. Menurut peneliti, temuan ini menunjukkan mungkin ada pola bakteri tertentu untuk luka yang tidak kunjung sembuh .

Di samping itu, para peneliti juga melakukan percobaan pada tikus untuk menemukan alasan mengapa sejumlah luka dapat sembuh sementara luka lainnya tidak.

Dari percobaan ini, mereka menemukan tikus yang mengalami mutasi gen tertentu memiliki lebih banyak bakteri berbahaya dan sembuh lebih lama dibandingkan tikus dengan gen yang normal.

Gen tersebut telah diketahui memiliki hubungan dengan penyakit Crohn dan dikenal dapat membantu mengidentifikasi sel-sel dan reaksinya pada bakteri.

"Secara bersama-sama, penelitian kami pada manusia dan tikus memberikan bukti yang baik soal mikrobioma kulit memiliki efek langsung soal bagaimana kita dapat sembuh (dari luka)," kata Dr Hardman.

Ia mengatakan dengan mempelajari lebih banyak tentang bakteri kulit mungkin pihaknya dapat membantu dokter memutuskan perawatan yang sesuai untuk mengatasi bakteri berbahaya tanpa memengaruhi bakteri yang menguntungkan.

Para peneliti dalam studi studi ini berharap temuan ini akan dapat membantu menangani luka kronis di kalangan lansia.

Menurut mereka, sekitar satu dari 20 orang lansia mengalami luka yang tidak pernah sembuh. Luka yang kronis ini merupakan masalah kesehatan yang sering diakibatkan oleh penyakit diabetes atau sirkulasi darah yang buruk.

Dr Hardman mengatakan, luka tersebut dapat bertahan selama bertahun-tahun tak tersembuhkan.

Penelitian Dr Hardman tersebut telah dipresentasikan pada pertemuan Experimental Biology 2014 pertemuan di San Diego, CA , 28 April lalu.


Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014