Jakarta (ANTARA) - Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) menilai penempatan pekerja migran dalam 13 tahun terakhir masih jalan di tempat, khususnya penempatan ke Saudi Arabia.

Bahkan yang terakhir ketika Menteri Tenaga Kerja dijabat oleh Ida Fauziah yang sudah dibekali perjanjian antara Indonesia dan Saudi, namun penempatan pekerja migran masih tersendat-sendat.

"Kami tidak tahu persis apa penyebabnya, yang jelas hanya beberapa perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI) yang bisa menempatkan pekerja migran ke Saudi, sementara ratusan lainnya tidak bisa karena tidak ada penunjukan dari Kemnaker," ujar pendiri Himsataki, Yunus Yamani, Selasa.

Dia menilai terjadi monopoli penempatan pekerja migran ke Saudi yang diciptakan Kemnaker dengan sekelompok kecil P3MI, di sisi lain mereka yang mendapat penunjukan juga tidak bisa menempatkan pekerja migran ke Saudi hingga saat ini.

Fakta yang tidak terbantahkan, kata Yunus, penempatan pekerja migran di luar prosedur ke Saudi tetap berjalan hingga saat ini, dan Kemnaker tidak mampu mencegahnya atau minimal mencari jalan keluarnya.

Indonesia memberlakukan moratorium (penghentian sementara) penempatan pekerja migran ke Saudi sejak 2011.

"Sesuai pengalaman yang sudah-sudah, satu-satunya jalan untuk menanggulangi penempatan di luar prosedur ke Saudi, ya, penempatan pekerja migran dibuka sama seperti ke Taiwan, Singapura, Malaysia dan negara lainnya, jangan hanya ke Timur Tengah atau ke Saudi saja yang ditutup terus," ucapnya.

Dia memperkirakan kehilangan pendapatan secara sederhana. Jika per bulan penempatan bisa mencapai 18.000 pekerja migran dan recruiting fee yang diperoleh sebesar 4.000 dolar AS per pekerja migran, maka potensi pendapatan yang hilang per tahun 864 juta dolar AS.

Uang ini masuk dan tersebar ke seluruh Indonesia, di kantong-kantong pekerja migran. Belum termasuk gaji yang diterima dan dikirimkan ke keluarga di Indonesia.

Potensi kerugian ini dengan ditutupnya penempatan pekerja migran ke Timur Tengah yang sudah berjalan 13 tahun atau sejak 2011. "Jika setiap tahun devisa menguap 864 juta dolar AS, maka 13 tahun menjadi 11,232 miliar dolar AS atau Rp174 triliun," cakap Yunus.

Dia tidak mengerti cara apa lagi yang akan ditempuh Kemnaker dalam menangani masalah penempatan pekerja migran ke Saudi dan menghentikan penempatan di luar prosedur. "Kelihatannya sampai sekarang juga belum punya jalan keluar."

Baca juga: Himsataki desak Kemenaker perbaharui perjanjian penempatan ke Kuwait

Baca juga: Himsataki: Jangan ada monopoli dalam penempatan pekerja migran

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024