Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Perusahaan PT Antam Tbk, Syarif Faisal Alkadrie menyebut surat keterangan (SK) kewajiban penyerahan 1.136 kilogram emas kepada orang superkaya (crazy rich) di Surabaya, Budi Said, merupakan surat yang tidak resmi.

“Saya bisa menyimpulkan bahwa SK yang tidak memiliki nomor ini bukan merupakan surat resmi perusahaan,” ucap Syarif saat memberi keterangan sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi rekayasa transaksi emas Antam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa.

Pada mulanya, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung mendalami hasil analisis Syarif terkait SK kekurangan penyerahan emas yang diajukan Budi Said ke PT Antam.

Surat tersebut ditandatangani Kepala Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 Antam ketika itu, Endang Kumoro. Di dalam surat tersebut, kata jaksa, tertera keterangan bahwa Antam kurang menyerahkan emas seberat 1.136 kilogram dengan harga Rp505 juta per kilogram.

Pertama, Syarif menjelaskan, SK tersebut tidak memiliki nomor surat. Menurut dia, hal itu berbeda dengan pedoman pengelolaan persuratan dinas dan kearsipan PT Antam Nomor 359.K/0431 DAT Tahun 2015.

Jika mengacu pada Bab 2 Kebijakan Manajemen PT Antam, sambung dia, surat harus tersentralisasi. Asas tersentralisasi merupakan sistem yang dipakai dalam mengelola surat dengan cara yang sama.

“Asas sentralisasi digunakan dalam kebijaksanaan, ketentuan, dokumentasi evaluasi, dan pelaksanaan sistem tata persuratan di suatu unit organisasi. Misalnya, cara penomoran surat,” ucapnya.

Dia juga menilai SK tersebut janggal jika dilihat dari prosedur operasional standar (SOP) penomoran arsip atau surat keluar.

“Dalam SOP, terdapat langkah bahwa setelah pejabat berwenang memberikan tanda tangan, kemudian sekretaris pencipta memberikan stempel, maka sekretariat umum akan memberikan nomor surat,” ujarnya pula.

Kedua, tambah dia, kejanggalan lainnya terkait dengan bentuk surat. Dijelaskannya, ketentuan kewenangan penandatangan surat dinas PT Antam mengatur surat juga harus mencantumkan nama jabatan, nama pejabat, dan nomor pokok pegawai.

Akan tetapi, menurut Syarif, surat yang ditandatangani Endang Kumoro itu tidak mencantumkan nama jabatan. Oleh karena itu, dia menyimpulkan bahwa SK tersebut bukan surat resmi perusahaan.

Pada perkara ini, Budi Said didakwa melakukan korupsi dengan menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp35,07 miliar, yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun.

Selain itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas dari Antam kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.

Selain didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dari hasil korupsinya, yakni dengan menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.

Budi Said didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Crazy rich itu juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Baca juga: Saksi: Faktur emas Antam tak akan diterbitkan sebelum pembayaran

Baca juga: Budi Said didakwa rugikan negara Rp1,07 triliun pada kasus emas Antam

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024