Jakarta (ANTARA) -
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengemukakan 
manajemen Rumah Sakit (RS) Medistra bisa melakukan gugatan hukum bila tuduhan soal pelarangan penggunaan hijab terhadap calon tenaga medis di rumah sakit itu tidak benar.
 
"RS Medistra bisa melakukan gugatan hukum kalau memang merasa dirugikan dan mempunyai bukti," kata Trubus di Jakarta, Selasa.
 
Menurut dia, RS Medistra menjadi pihak yang paling dirugikan terkait pelarangan penggunaan hijab yang sempat viral di media sosial itu karena akan berimbas pada citra dan penilaian buruk masyarakat terhadap RS tersebut.
 
"Kalau memang tidak terbukti (ada pelarangan penggunaan hijab) berarti ada penyebaran berita bohong. Ada penyebaran berita bohong yang menyebabkan pihak RS Medistra yang dirugikan, itu kan pencemaran nama baik dan ada pelanggaran pidana di situ," ujarnya.

Baca juga: RS Medistra tegaskan tak ada diskriminasi terkait penggunaan hijab
 
Trubus berpandangan tidak mungkin suatu instansi membuat kebijakan kontroversial seperti melarang penggunaan hijab di rumah sakit karena penggunaan hijab di Indonesia sudah mendapat jaminan dari negara.
 
Polemik RS Medistra yang dituduh melarang pegawai menggunakan hijab di lingkungan kerja sangat mustahil karena akan berdampak pada pelayanan rumah sakit itu.
 
Rumah sakit yang notabene memberikan pelayanan untuk warga yang membutuhkan tidak perlu membawa unsur agama karena semua warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik tanpa membedakan suku, ras maupun agamanya.
 
"Rumah Sakit kan tempat pelayanan umum, pelayanan publik. Jadi semua harus sama," katanya.

Baca juga: RS Medistra kontrol proses rekrutmen imbas larangan pelamar berhijab
 
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai, polemik larangan berhijab calon karyawan RS Medistra merupakan hal sepele untuk mencari sensasi semata. Padahal, polemik itu bisa dituntaskan dengan duduk bersama antara calon karyawan dan manajemen terkait.
 
"Nah sekarang menjadi ramai itu karena sekarang orang lebih senang melakukan publisitas, alias 'no viral no justice' menggelembungkan opini keluar apalagi jilbab ini kan kalau sudah digelembungkan di luar bisa menjadi perhatian publik. Padahal, esensinya sepele, duduk bersama saya kira selesai," kata Adib.
 
Terlebih, setiap perusahaan memiliki tata tertib masing-masing yang telah disepakati antara manajemen dengan penerima kerja. Dalam hal ini, RS Medistra telah mengklarifikasi polemik larangan berhijab dan membantah adanya isu tersebut.
 
Sebelumnya, Direktur Utama RS Medistra Agung Budisatria memberikan klarifikasi atas dugaan pelarangan hijab atau jilbab di rumah sakitnya yang viral di media sosial (medsos).

Baca juga: Anggota DPR minta pemerintah pastikan diskriminasi tak terjadi lagi 
 
Dia meminta maaf dan menyatakan terjadi kesalahpahaman dari proses wawancara yang dilakukan oleh salah satu karyawannya.
 
Agung juga menerangkan, RS Medistra memiliki peraturan kepegawaian yang mengatur tentang standar dan perilaku yang sama sekali tidak melarang karyawannya mengenakan hijab. Bahkan, banyak dokter, perawat dan karyawan lainnya di RS Medistra yang memakai jilbab.
 
Di rumah sakit itu telah ada fasilitas ibadah untuk membuktikan bahwa manajemen menghargai keberagaman keyakinan yang ada di Jakarta.
 
"Kami memiliki masjid dan musala yang selama ini selalu digunakan oleh seluruh karyawan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan," kata Manager Sumber Daya Manusia (SDM) RS Medistra Jakarta Selatan, Markus Triyono.
Baca juga: Persoalan larangan hijab di RS Medistra telah selesai

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024