Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat mengungkapkan bahwa tawuran yang melibatkan empat kelompok remaja di Jalan Taman Semangka, Palmerah, pada Rabu (4/9) malam direncanakan melalui media sosial.

Dalam kejadian itu, seorang berinisial DN meninggal dunia akibat terkena bacokan di bagian leher.

Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat, AKBP Teuku Arsya Khadafi didampingi Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Andri Kurniawan di Jakarta, Selasa menjelaskan bahwa kelompok remaja telah saling menantang dan mengatur pertemuan untuk bentrokan di lokasi yang telah mereka sepakati.

Arsya menuturkan mereka juga kerap berganti ganti nama kelompok di media sosial demi menunjukkan eksistensi.

Insiden berawal ketika kelompok bernama Kamus Gantung dan Gang Buaya mengirim pesan melalui Instagram ke kelompok lawan, "Selebritis 02" dan "Kebon Jahe" yang isinya menantang untuk bertemu di lokasi tawuran.

Baca juga: Polisi gagalkan tawuran di tiga lokasi berbeda di Jakbar
Baca juga: Polisi gagalkan dua tawuran di wilayah Jakbar


Anggota kelompok lalu berkumpul di lokasi yang sudah ditentukan dengan membawa senjata tajam. Sekitar pukul 02.30 WIB, tawuran terjadi di Jalan Semangka.

Lalu, seorang berinisial DN terlibat duel dan saat merasa kalah, dia mencoba melarikan diri. Namun, DN dikejar dua orang berinisial SI dan TF. Dia diserang dengan celurit besar dan terluka parah di bagian leher.

DN sempat mencoba melarikan diri, namun terjatuh dan dinyatakan meninggal dunia setelah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan.

"Korban DN (19) meninggal usai bentrokan tersebut karena mengalami dua luka bacokan pada bagian leher sebelah kanan dan kiri dengan kedalaman sekitar 2-3 cm dengan panjang 10-15 cm sehingga mengakibatkan nyawa korban tidak tertolong," ujar Arsya.

Setelah insiden tersebut, SI dan TF mencoba melarikan diri ke wilayah Cikarang Utara, Jawa Barat, dan ditangkap oleh pihak Kepolisian pada Kamis (5/9). Keduanya dijerat Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024