Masyarakat tidak tahu mana Landak Jawa atau Bali. Tolong BKSDA dan lainnya, kalau memang ada satwa yang dilindungi, jangan hanya sosialisasi terbatas lewat pameran yang digelar di kota, minimal kan ke desa, tinggal surati perangkat desa, kami siap ya
Denpasar (ANTARA) -
Perbekel (Kepala Desa) Bongkasa Pertiwi Nyoman Buda meminta BKSDA Bali untuk turun ke desa guna menyosialisasikan satwa dilindungi kepada masyarakat, menyusul buntut kasus yang menyeret warganya bernama I Nyoman Sukena (38) karena memelihara landak Jawa.
 
"Masyarakat tidak tahu mana Landak Jawa atau Bali. Tolong BKSDA dan lainnya, kalau memang ada satwa yang dilindungi, jangan hanya sosialisasi terbatas lewat pameran yang digelar di kota, minimal kan ke desa, tinggal surati perangkat desa, kami siap yang sampaikan sosialisasi," katanya di Denpasar, Selasa.
 
Menurut penuturan Nyoman Buda, Sukena maupun warga lainnya di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali rata-rata tidak mengetahui bahwa landak dengan jenis tertentu adalah satwa dilindungi.
 
Dia mengatakan kondisi geografis Desa Bongkasa Pertiwi yang memiliki banyak ladang dan jurang, menjadi tempat berkembangnya beberapa jenis binatang, seperti trenggiling, landak dan binatang liar lainnya.
 
Sepengetahuan warga desa, landak di desa itu adalah hama. Tumbuhan, umbi-umbian yang ditanam masyarakat dimakan oleh binatang berbulu tajam itu. Meski demikian, warganya tidak menyakiti binatang tersebut, melainkan hanya diusir.

Baca juga: PN Denpasar: Proses hukum kasus Landak Jawa masih pemeriksaan saksi 
 
Namun, kata Nyoman Buda, Sukena yang memiliki kecintaan terhadap binatang, menyelamatkan dua anak landak yang ditinggal induknya di ladang, lalu dipelihara dengan telaten sampai gemuk dan berkembang biak.
 
Hingga akhirnya, Polda Bali menangkap Sukena berdasarkan adanya laporan dari warga yang tidak diketahui identitasnya.
 
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSD) Provinsi Bali juga langsung mengamankan empat ekor Landak Jawa yang dipelihara Sukena.
 
Pihak desa pun tidak tinggal diam melihat warganya yang tersandung proses hukum, hanya karena tidak mengetahui bahwa hewan yang dipeliharanya berstatus dilindungi.
 
Akhirnya, Nyoman Buda sebagai Prebekel menghubungi Penasehat Hukum Ni Putu Nathalia Dewi, Ni Made Anggreaningsih, serta I Gede Wahyu Nanda Pratama agar membantu mendampingi Sukena dan mengawal perkara ini.
 
Pada tahap awal kasus ini mulai disidik, penasehat hukum Sukena berharap ada kebijakan dari kepolisian maupun BKSDA untuk membebaskan Sukena. Tetapi, upaya restoratif justice ternyata tidak direstui.

Baca juga: Kasus Landak Jawa, KLHK intensifkan sosialisasi satwa dilindungi
 
"Padahal bisa berikan pembinaan saja dulu, kalau warga kami tidak mau mengindahkan pembinaan itu, okelah, baru ditindak. Karena saya tahu bagaimana karakter warga termasuk Sukena, tidak ada niat jahat dalam kasus landak ini, dia pecinta binatang, burung kecil pun diajak tidur," katanya.
 
Sebelumnya, Nyoman Sukena didakwa oleh JPU Kejati Bali melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE) dan terancam hukuman lima tahun penjara.
 
Empat ekor landak yang dipelihara Sukena adalah landak Jawa atau Hysterix Javanica. Landak tersebut merupakan satwa liar yang statusnya dilindungi.
 
Berdasarkan fakta persidangan, dengan agenda pemeriksaan saksi pada 5 September 2024 lalu, landak tersebut awalnya milik mertua Sukena. Landak tersebut ditangkap karena merusak tanaman.
 
Ayah dua anak tersebut pun, saat ditemui di Pengadilan Negeri Denpasar mengaku tidak mengetahui bahwa landak yang dipeliharanya merupakan satwa yang dilindungi.

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024