Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) Suprayoga Hadi meminta masyarakat untuk mengoptimalkan inovasi bot obrolan atau chatbot “Desi” untuk berkonsultasi terkait stunting.

“Chatbot ‘Desi’ bisa dimanfaatkan untuk seluruh kebutuhan pertanyaan atau konsultasi terkait stunting, baik untuk ibu hamil dan menyusui, orang tua dengan anak balita, tenaga kesehatan, pejabat pemerintah dan pembuat kebijakan, media massa dan pemengaruh, juga masyarakat pedesaan dan daerah terpencil,” katanya dalam diskusi bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan bot obrolan “Desi” dapat diakses melalui aplikasi WhatsApp dengan nomor 08895123123.

“Chatbot ‘Desi’ menjadi wadah unggulan untuk edukasi dan sosialisasi terkait stunting, yang dibuat dengan kolaborasi dan integrasi data antarpemangku kepentingan, dan menyimpan bank data informasi terkait stunting, serta memanfaatkan mesin generatif kecerdasan artifisial atau AI,” ujar dia.

Ia menegaskan pengetahuan masyarakat tentang stunting masih harus terus ditingkatkan karena berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, masih ada 31 persen masyarakat yang mempunyai pemahaman keliru tentang stunting, 21 persen masih menganggap stunting sebagai keturunan, dan tingkat pengetahuan masyarakat lebih tinggi tentang intervensi bagi anak daripada untuk ibu hamil.

Selain itu, katanya, masih banyak kelompok sasaran yang belum dapat mengakses layanan berdasarkan data e-Human Development Worker (e-HDW) dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

“Hingga 30 Desember 2023, konvergensi desa baru 47,69 persen, artinya, masih ada 52,31 persen sasaran yang belum menerima layanan lengkap yang diperlukan,” ucapnya.

Baca juga: Setwapres: Masih ada lima provinsi dengan stunting di atas 30 persen

Berdasarkan data tersebut, balita yang mendapatkan layanan lengkap baru mencapai 44,73 persen dan untuk remaja putri baru mencapai 45,56 persen. Kemudian, baru 51,61 persen ibu hamil dan ibu nifas (pasca-melahirkan) yang mendapatkan layanan lengkap.

“Untuk calon pengantin, baru mencapai 62,43 persen yang memperoleh layanan lengkap,” kata dia.

Ia juga mengemukakan fokus pendampingan pada rumah tangga di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) perlu terus dilakukan dengan pendampingan yang direkomendasikan untuk fokus pada ibu hamil sampai dengan anak usia dua tahun dengan tiga pertimbangan, pertama, investasi pada 1.000 HPK akan mempunyai dampak terbesar jika dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.

“Kedua, prevalensi stunting mengalami kenaikan hampir dua kali lipat pada usia 1-2 tahun, dan ketiga, dampak stunting pada 1.000 HPK bersifat irreversible atau tidak dapat diperbarui,” ujarnya.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya konvergensi yang dapat mengakomodasi semua kelompok bisa menerima layanan yang dibutuhkan.

“Peran strategis tim pendamping keluarga untuk keluarga berisiko stunting juga dibutuhkan untuk bisa mewujudkan target penurunan stunting,” katanya.

Baca juga: ID FOOD dan Pemprov Banten salurkan bantuan pangan cegah stunting
Baca juga: Kalteng kerja keras siapkan keluarga berkualitas dan berdaya saing
Baca juga: Pemkot Bima dapat insentif Rp5,587 miliar karena sukses tekan stunting

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024