Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku kecewa dengan data yang diberikan Bank Indonesia (BI) mengenai Bank Century setelah penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik.
"Saya saat itu sangat kecewa kualitas data BI, tapi sebagai Menteri Keuangan saya tahu yang saya pertaruhkan adalah sistem keuangan, jadi saya minta BI bertanggung jawab secara profesional terhadap angka-angka yang diberikan ke KSSK," katanya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat.
Ia mengemukakan itu dalam sidang perkara pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century, dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa mantan deputi Gubenur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya.
Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan periode 2005-2009 dan ketika itu menjadi ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK).
KSSK pada 21 November 2008 menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga kemudian diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sri Mulyani yang saat ini menjabat sebagai Managing Director Bank Dunia menjelaskan dalam rapat konsultasi KSSK pada 24 November 2008, BI mengubah kondisi CAR (Rasio Kecukupan Modal) Bank Century dari negatif 3,53 persen pada 21 November 2008 menjadi negatif 35,92 persen pada 24 November 2008.
"Iya, kalau angkanya berubah-ubah seperti itu, saya bisa mati berdiri. Saya menyampaikan kekecewaan saya, begitu banyaknya di Bank Century yang governance-nya tidak baik dan kenapa hal itu muncul saat sudah diambil alih LPS," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengaku khawatir dengan kecukupan modal LPS saat krisis.
Menurut dia, saat krisis LPS hanya punya uang Rp14 triliun yang terdiri atas Rp4 triliun modal awal dari pemerintah dan Rp10 triliun dari urunan bank yang lain.
"Jadi dari Rp1.700 triliun tabungan masyarakat, dan yang di-cover sekitar Rp900-1000 triliun, dan saya sebagai pengambil keputusan sangat concern karena dana LPS hanya Rp14 triliun, kalau masyarakat resah dan mengambil uangnya maka LPS tidak akan punya cukup amunisi untuk menghadapi hal itu," jelasnya
"Saat LPS kurang dana maka pemerintah harus memberi tambahan modal. Saya menjaga jangan sampai Indonesia kena krisis seperti pada 1997-1998 saat keuangan jebol karena menangani perbankan," tambah dia.
Saat Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal berdampak sistemik, menurut Sri Mulyani, BI hanya membutuhkan tambahan dana sebesar Rp632 miliar.
"Bila jumlahnya hanya Rp632 miliar dan LPS punya Rp14 triliun, maka aman, tapi ternyata Dirjen Pajak Pak Darmin pada hari Sabtu-Minggu (22-23 November) memberikan info kebutuhan dana Century semakin besar dan apakah mungkin LPS punya kekuatan?"
"Apalagi sejak 13 November Bank Indonesia menyampaikan ada lima bank yang kondisinya mirip Bank Century dan 18 bank lain yang kesulitan likuiditas jadi saya mikir kalau Century satu saja seperti itu bagaimana yang lain?" tegas Sri Mulyani.
Jumlah tambahan modal Bank Century, menurut dia, semakin besar karena Bank Indonesia tidak memasukkan sejumlah Surat-Surat Berharga (SSB) Bank Century sebagai aset yang bernilai.
"Alasannya menurut dirut Century saat itu, saudara Maryono mengatakan BI memacetkan beberapa SSB dan ada penerimaan yang tadinya masuk ke penerimaan tapi dianggap tidak ada, sehingga kebutuhannya menjadi lebih besar yaitu bukan Rp632 miliar tapi Rp2,6 triliun," ungkap Sri Mulyani.
Setelah mendapat kabar tersebut, Sri Mulyani pun mempertanyakan perhitungan itu ke BI.
"Jadi ada judgment (keputusan) yang saya pertanyakan kenapa memberi tahu pemacetan setelah keputusan dibuat dan kenapa Bank Century yang sudah dalam pengawasan intensif dan khusus sejak 2005 tapi BI tidak bisa mendeteksi (accrual) yang fiktif? Saya pertanyakan efektivitas pengawasan BI," katanya.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014