Ambon (ANTARA) - Pertama kali menginjakkan kaki di hutan musik yang terletak di tengah keasrian alam Negeri Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, kita disambut dengan hijaunya pepohonan rindang yang ditingkahi aneka fauna mengagumkan.

Kawasan hutan lestari milik keluarga Silooy itu, kini telah disulap menjadi hutan musik yang asri dan menjadi tempat bersantai menikmati alam, diiringi alunan musik untuk merelaksasi diri.

Hutan Musik Sound of Green (SoG) merupakan ide dari Direktur Ambon Music Office (AMO) Ronny Loppies bersama aktivis sanggar Boyratan di Negeri (Desa) Amahusu. Kawasan itu disulap menjadi pilihan baru bagi warga Kota Ambon untuk menikmati musik, sekaligus melestarikan alam agar keberlanjutan.

AMO merupakan pengelola kota kreatif berbasis musik di Ambon yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Ambon No. 45 tahun 2019. Lembaga itu merupakan perpanjangan tangan Pemkot Ambon yang bertugas menjalankan program strategis, yakni terus mewujudkan status Kota Ambon sebagai kota musik dunia.

Untuk melaksanakan tugasnya, AMO telah melakukan berbagai kegiatan, termasuk kajian dan kunjungan ke negara lain untuk studi banding mengenai musik. Setelah kunjungan tim AMO dan perwakilan musisi Kota Ambon ke Kota Jinju di Korea Selatan. Pada 2022, tercetus ide untuk membuat hutan musik, dilanjutkan dengan mencari lokasi yang tepat untuk mengembangkan sound of green yang memadukan musik dengan upaya pelestarian lingkungan.

Negeri Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, menjadi lokasi hutan musik karena kawasan tersebut merupakan tujuan wisata unggulan, khususnya terkait musik di Kota Ambon, karena terdapat komunitas musik Amboina Ukulele dan sanggar seni Boyratan.

Selain itu, Negeri Amahusu juga dikenal telah melahirkan penyanyi legendaris Maluku Zeth Lekatompessy, yang mengabadikan potensinya untuk Maluku hanya lewat bernyanyi.

Ide tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pengembangan hutan musik oleh pemilik lahan, Jonas Silooy dengan menyediakan lahan seluas lima hektare untuk pembangunan fasilitas pendukung di hutan musik.

Kawasan itu berada di dusun milik keluarga peninggalan leluhurnya. Selama ini lokasi itu hanya ditanami pohon untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti pohon cengkeh, pala, kenari dan pohon lingua.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kota Ambon memberikan dukungan penuh bagi pengembangan Hutan musik Sound Of Green di Negeri Amahusu karena telah dirasakan dampaknya bagi pengembangan komunitas, khususnya dalam bidang ekonomi kreatif, sosial, dan lingkungan. Dukungan itu, salah satunya adalah membentuk Ambon Music Office (AMO).

Memasuki tahun ke lima Ambon dinobatkan sebagai Kota Musik oleh UNESCO, Pemkot Ambon bersama AMO terus mempertahankan ciri khas dengan memberi ruang bagi komunitas musik untuk mengembangkan kreativitas.
Ruang pertunjukan musik di puncak hutan Musik Sound of Green (SoG) di Negeri Amahusu Kecamatan Nusaniwe, kota Ambon. ANTARA/Penina F Mayaut/am.

Pemerintah terus membuka ruang bagi komunitas, baik pencipta lagu maupun pemusik, untuk menciptakan karya baru di setiap waktu, juga upaya untuk melahirkan produk baru hasil inovasi dan kreativitas, melalui pelatihan musik, diskusi musik dengan komunitas, serta proses perekaman di studio musik AMO.

Selain musik, di Hutan Musik SOG, pemerintah daerah melalui AMO kini juga menyiapkan fasilitas bagi pelaku ekonomi kreatif yang akan menjual kuliner khas Maluku, termasuk kerajinan khas, seperti miniatur alat musik dan lainnya.

Apa yang mengemuka di Ambon ini menunjukkan bahwa pengembangan ekosistem ekonomi kreatif tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun dengan kolaborasi pentahelix, yakni pemerintah, akademisi, komunitas, pebisnis, dan media.

Seluruh upaya yang dilakukan itu bertujuan untuk menciptakan kemandirian komunitas sebagai bukti bahwa anak muda Kota Ambon semakin maju dalam hal kreativitas dan inovasi.

Keberadaan hutan musik SoG secara tidak langsung berdampak pada pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yakni mengurangi dampak perubahan iklim, termasuk mengurangi dampak longsor dengan semakin banyak pohon yang ditanam. Pohon-pohon itu juga menyumbang bertambahnya kadar oksigen, sehingga mampu mengurangi emisi karbon.

Hutan Musik SoG menjadi ikon Ambon sebagai kota musik, bukan saja menjadi tujuan wisata musik, tetapi juga dilengkapi dengan ruang pameran UMKM alam.

Keberadaan hutan musik sejalan dengan pengembangan pariwisata Kota Ambon menuju pariwisata musik pada kota musik dunia. Dampaknya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang difokuskan di 10 tujuan wisata unggulan di lima kecamatan di Kota Ambon.

Ke-10 objek unggulan pariwisata musik itu, antara lain musik bambu di Dusun Tuni, sanggar seni Boyratan yang merupakan sekolah alam berbasis musik dengan nama "Amahusu Amboina Ukulele Kids Community", lembaga seni budaya berbasis alat musik tifa di Negeri Soya, dan komunitas lainnya.


Tanam pohon

Selain pohon yang sudah ada, para seniman musik yang beraktivitas di Hutan Musik SoG juga menunjukkan kepedulian pada alam dengan menanam anakan pohon baru dari berbagai jenis, seperti pohon nangka, sukun, titi, gomu, serta bambu tui.

Bambu di Maluku, terutama Ambon, digunakan sebagai bahan pembuatan alat musik suling, sedangkan kayu titi atau Gmelina moluccana (Blume) biasanya dibuat alat musik tifa dan rebana.

Kayu titi merupakan salah satu jenis pohon asli Maluku yang termasuk ke dalam famili Lamiaceae, sering juga disebut sebagai Jati Maluku.

Selain itu, kayu dari pohon sukun, gomu, cempedak dan nangka juga digunakan untuk membuat alat musik Hawaiian dan ukulele. Masing-masing jenis pohon itu ditanam 100 anakan.

Saat ini pohon bambu tui sudah sulit didapatkan di Pulau Ambon untuk membuat alat musik suling, dan harus diambil dari Pulau Seram. Karena itu, penanaman bambu di hutan musik tersebut diharapkan mampu menyediakan bahan baku untuk pembuatan alat musik.

Penanaman aneka jenis pohon untuk pelestarian lingkungan itu dilakukan AMO bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Univeritas Pattimura (Unpatti) Ambon. Unpatti salah satu perguruan tinggi negeri di Maluku, diganding untuk memilih pohon yang tepat ditanam di kawasan hutan musik.

Untuk memudahkan masyarakat mencapai hutan itu, kini telah dibangun jalan setapak sepanjang 150 meter yang dijadikan tempat pijakan pengunjung untuk mencapai puncak hutan musik.
Jonas Silooy, pengelola Hutan Musik Sound of Green (SoG) di Negeri Amahusu Kecamatan Nusaniwe, kota Ambon. ANTARA/Penina F Mayaut/am.


Bantuan

Untuk menunjukkan kepedulian pada pengembangan musik dan pelestarian lingkungan, PT PLN Unit Induk Wilayah Maluku dan Maluku Utara (UIW MMU) memberikan bantuan dana pengembangan Hutan Musik SoG sebesar Rp350 juta, dalam dua tahap.

Tahap pertama, perusahaan milik negara itu membantu pembuatan gazebo di puncak hutan untuk bersantai, dan tahap kedua pembangunan gazebo untuk UMKM, rumah pohon, penyambungan jaringan listrik juga tempat pembuatan alat musik tifa dan suling.

Ke depan, semua tempat pembuatan alat musik tifa dan suling di sanggar-sangar yang ada di Kota Ambon akan dipindahkan ke hutan musik. Dengan demikian, selain menikmati pertunjukan musik, pengunjung juga bisa melihat proses pembuatan alat musik, menikmati alam melalui rumah pohon yang menjadi tempat pengambilan foto.

Harapannya para pengunjung yang datang ke hutan musik bukan hanya wisatawan mancanegara, tetapi juga wisatawan lokal. Tahap awal setelah peresmian akses masuk ke hutan musik belum berbayar, ke depan akan dikenakan tiket untuk masuk ke kas sanggar Boyratan.

General Manajer PLN UIW MMU, Awat Tuhuloula menyatakan bantuan yang diberikan itu sejalan dengan komitmen perusahaan listrik milik negara tersebut untuk turut mendukung eksistensi Ambon sebagai Kota Musik Dunia.


Pelestarian lingkungan

Direktur AMO Ronny Loppies menjelaskan pihaknya telah melaksanakan pertemuan dengan akademisi Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, dalam kaitan upaya pelestarian lingkungan dan mitigasi perubahan iklim dalam konteks Ambon City of Music.

Pertemuan membahas tentang penetapan plot ukur permanen (PUP), teknik pengukuran dan penghitungan cadangan karbon di Hutan Musik Sound of Green (SoG) Negeri Amahusu, sebagai salah satu upaya menjaga kelestarian lingkungan dan juga sebagai kontribusi nyata seniman musik dalam mengurangi emisi gas rumah kaca serta mempertahankan identitas Ambon sebagai kota musik dunia yang nyaman.

Selain sebagai wujud dari komitmen para seniman musik pada upaya pelestarian alam, kegiatan itu juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat serta memperkuat upaya pelestarian lingkungan di Ambon Kota Musik Dunia.

Dari sisi musik, komunitas itu bisa mengadakan konser di tengah hutan karena ada akustik dari pohon yang bisa menjaga ruang sonornya, sehingga bisa dimanfaatkan untuk ruang pertunjukan. Artinya, pohon memiliki kemampuan menyerap bunyi. Itu sebabnya di perkotaan pohon ditanam untuk menyerap bunyi kendaraan bermotor.

Program Sound of Green, secara tidak langsung memperlihatkan bagaimana sebuah ruang terbuka hijau bisa dikelola, dimana salah satu fungsinya adalah menghasilkan tanaman yang mampu menyerap karbon dan juga menyerap air.

Dari sisi pariwisata, keberadaan Hutan Musik SoG juga akan menjadi suguhan promosi Kota Ambon dan Indonesia bagi dunia, karena kota itu, pada Oktober mendatang akan menjadi tuan rumah pelaksanaan "ASEAN Music Cities Forum 2024".

Forum itu akan dihadiri oleh utusan sejumlah negara, Ipoh (Malaysia), Suphanburi (Thailand), dan Da Lat (Vietnam) dan Jinju (Korea Selatan).

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024