"Banyak kolektor seni yang hadir mengejar satu-satunya lukisan karya Yarno yang berjudul Power Struggle yang dibuat pada 2011. Dan di akhir lelang, lukisan itu dibeli dengan harga total 20.740 dolar Singapura," kata Direktur Galeri Apik, Rahmat, yang menaungi seniman berbakat itu di Jakarta, Kamis.
Rahmat mengemukakan Yarno tergolong seniman baru tanah air, jumlah karya yang dihasilkan belum mencapai 58 kanvas.
Menurut Rahmat, pada awal Maret 2010, karya Yarno masih di harga Rp9 juta dalam pameran bersama, lalu naik terus di akhir 2011 menjadi Rp18 juta setelah dipamerkan di Seoul, Korea, dan Singapura.
Di pertengahan 2012 harga tawar lukisannya naik lagi menjadi Rp25 juta, dan pada 2013, karya Yarno terus melambung hingga menyentuh angka Rp40 juta.
Lebih lanjut Rahmat mengemukakan, keunikan karya Yarno ada pada kepandaiannya mengolah kombinasi warna dan kekuatan goresannya menjadi kritik lingkungan yang sarkastik menjadi sebuah karya seni modern yang mengesankan, katanya.
Tampilannya menarik dengan warna-warna monochrome bersifat kontemporer.
"Meski sejatinya, Yarno mengusung aliran surealisme dalam karya-karya seni modernnya sejak 2009," kata Rahmat.
"Sebuah keadaan lingkungan yang rusak, bisa diperhalus dalam goresan kuasnya, tanpa kehilangan makna utamanya. Yarno tetap mampu menumpahkan keresahannya terhadap pembabatan hutan, industrialisasi, tanpa menunjukkan emosi, katanya.
Rahmat memberi contoh karya Yarno yang berupa lukisan seperti objek binatang yang muncul di antara pipa-pipa besi dan cerobong asap sebagai simbol kian tersisihnya habitat hewan liar akibat pembabatan hutan.
Sebelumnya, Yarno sukses menggelar pameran tunggalnya di Jakarta bertajuk Ultimate City pada 2012.
Disusul kesuksesan pameran tunggal berikutnya di The Ritz Carlton Jakarta bertajuk Reborn pada 2013.
Di Art Stage Singapura 2014, karya terbaru Yarno dipamerkan bersama karya terbaru Made Wianta dan Heri Dono, kata Rahmat.
Pewarta: Zita Meirina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014