Ya, pertama cakupan kepesertaan harus banyak, BPJS (Ketenagakerjaan), di sektor kesehatan, jadi cakupannya bisa banyak baik pekerja penerima upah maupun bukan pekerja penerima upah
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan bahwa sistem jaminan sosial (Jamsos) di Indonesia, terutama Jaminan Hari Tua (JHT) harus terus diperkuat guna menghadapi ledakan aging population atau penuaan penduduk.

Hal itu dikarenakan banyaknya jumlah orang-orang yang mengalami masa pensiun baik dari penerima upah maupun dan bukan penerima upah , sehingga ledakan aging population akan berdampak signifikan bagi sistem jaminan sosial di Tanah Air. Karena itu, industri ini harus terus dimaksimalkan, terutama di sisi mekanismenya.

“Ya, pertama cakupan kepesertaan harus banyak, BPJS (Ketenagakerjaan), di sektor kesehatan, jadi cakupannya bisa banyak baik pekerja penerima upah maupun bukan pekerja penerima upah,” ujar Tauhid saat dihubungi Senin.

Dia juga melanjutkan bahwa harus adanya perbaikan mekanisme yang membuat para penerima manfaat menjadi lebih mudah dalam mengakses JHT. Sehingga, mereka yang belum terdaftar mau masuk ke dalam lingkaran tersebut.

“Kemudian perbaikan mekanisme ya, sehingga lebih mudah untuk siapapun jadi peserta gitu ya, nah masukan dalam regulasi sehingga penduduk yang belum masuk JHT bisa ikutan, tapi besaran preminya jangan besar,” ujar dia.

Baca juga: Ekonom Indef tekankan pentingnya hilirisasi pertanian

Peneliti kebijakan sosial dari The Prakarsa Darmawan Prasetya melalui East Asia Forum mencatat bahwa, bonus demografi di Indonesia diperkirakan hanya berlangsung hingga 2045 mendatang. Bahkan, hanya sedikit persiapan yang dilakukan untuk menghadapi populasi lanjut usia yang akan datang.

Dengan kurangnya jaminan pendapatan bagi populasi produktif di masa tua mereka, muncul kekhawatiran tentang keberlanjutan era bonus demografi tersebut.

“Persoalan saat ini, bahwa Indonesia memanfaatkan bonus demografinya dengan meningkatkan pendidikan dan kesempatan kerja. Namun, populasi lanjut usia di negara ini tidak memiliki keamanan finansial, karena rendahnya partisipasi dalam program perlindungan pendapatan dan meningkatnya kemiskinan di kalangan lansia,” ucap
Darmawan sebagaimana dilansir dari East Asia Forum.

Senada dengan hal tersebut, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah menyebutkan bahwa pemerintah harus memberikan jaminan sosial, terutama mempermudah akses Jaminan Hari Tua (JHT), jika nantinya terjadi lonjakan aging population di dalam negeri 8-10 tahun ke depan.

Dia memandang, jika terjadi ledakan aging population, sistem JHT di Indonesia sudah siap untuk perkara itu, dengan catatan harus saat ini proses pembenahan sudah dilakukan.

“Iya, transparansinya dioptimalkan terus kepastian mencairkannya itu, kepastian mendapatkan uangnya itu,” ucap Trubus.

Baca juga: Wapres tekankan tiga langkah strategis kembangkan ekosistem Syariah
Baca juga: Indef menyoroti tantangan sektor pertanian bagi pemerintahan baru


Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024