membantu agregasi produsen-produsen (UMKM) supaya bisa ke teknologi digital, ke market digital dan manajemen digital
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) menilai kehadiran perusahaan fintech memberikan peluang untuk mempercepat digitalisasi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Ahli Utama Pengembangan Kewirausahaan Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman menyampaikan, pihaknya saat ini mendorong perusahaan rintisan (startup) untuk berkolaborasi dengan para UMKM di aspek hilir.

“Kami sedang mendorong starup-startup yang bergerak ke hilir nih. Jadi bagaimana mereka bisa berkolaborasi, membantu agregasi produsen-produsen (UMKM) supaya mereka bisa ke teknologi digital, akses ke market digital dan manajemen digital,” kata Hanung dalam acara Forum Merdeka Barat 9 yang disampaikan secara virtual di Jakarta, Senin.

Selain itu, pemerintah juga mendorong akselerasi UMKM melalui aspek pembiayaan, yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR). Adapun per 30 April 2024, tercatat realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah mencapai Rp90,45 triliun.

Namun, Hanung memberikan catatan bahwa kemajuan digitalisasi dari fintech juga perlu untuk diwaspadai. Terutama di tengah produk-produk asing yang masuk ke Indonesia secara ilegal.

Baca juga: Kemenkop UKM: Ada praktik predatory pricing e-commerce asal China

Baca juga: Kemenkop UKM siapkan 5 pondasi untuk UMKM bertransformasi


Ia menyoroti bahwa saat ini masih ada ancaman praktik predatory pricing dari niaga-el (e-commerce) asal China. Praktik ilegal ini ditakutkan bakal mengancam ekosistem usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.

“Saat ini ada ancaman bahwa produsen dari China itu, e-commerce baru, yang dia mengkolaborasikan 250 industri di China untuk bisa memasarkan produknya ke konsumen tanpa lewat intermediary (perantara). Itu akan ‘membunuh’ semua, baik penjual kita maupun produsen kita,” kata Hanung.

Diketahui, predatory pricing merupakan praktik penetapan harga yang sangat rendah atau di bawah biaya produksi oleh sebuah perusahaan dengan tujuan untuk melemahkan pesaing di pasar.

Setelah pesaing keluar dari pasar atau menjadi tidak kompetitif, perusahaan tersebut biasanya menaikkan harga kembali ke tingkat yang lebih tinggi, untuk memulihkan kerugian yang terjadi selama periode predatory pricing.

Strategi ini dinilai anti-kompetitif dan ilegal di banyak negara, termasuk Indonesia, karena dapat merusak persaingan yang sehat dan mempengaruhi konsumen dalam jangka panjang.

Untuk menanggulanginya, saat ini pemerintah tengah melakukan penataan e-commerce melalui berbagai regulasi.

Ia menyebutkan salah satunya lewat Peraturan Menteri Perdagangan No 31/2023 yang merupakan dari revisi Peraturan Menteri Perdagangan No 50/2020.

“Di mana beberapa tahun ini, Pak Menkop (Teten Masduki) itu sering mendorong kebijakan-kebijakan untuk mendorong agar ada pengaturan lebih ketata khususnya e-commerce yang melakukan praktik-praktik perdagangan yang tidak sehat,” jelasnya.

Baca juga: Kemenkop UKM berikan pendampingan halal ke 15 ribu pelaku usaha mikro

Baca juga: Kemenkop UKM mempercepat penyerapan anggaran tahun ini

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024