Jakarta (ANTARA) - Nickel Industries Limited, salah satu pemasok nikel terbesar di dunia, menyoroti kesalahpahaman tentang pertambangan dan deforestasi pada gelaran International Critical Minerals & Metals Summit di Nusa Dua, Badung, Bali.

Dalam gelaran tersebut, Head of Sustainability di Nickel Industries Limited Muchtazar membahas isu mendesak tentang deforestasi.

Adapun paparannya menantang keyakinan umum bahwa pertambangan adalah penyebab utama deforestasi di Indonesia.

"Bertentangan dengan kepercayaan umum, pertambangan bukanlah penyebab utama deforestasi," ucap Muchtazar melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan bahwa pada 2023, kurang dari 1 juta hektare lahan Indonesia telah digunakan untuk pertambangan. Untuk memberikan perspektif, luas daratan Indonesia sekitar 190 juta hektare, dengan sekitar 63 persen diklasifikasikan sebagai kawasan hutan, sekitar 120 juta hektare.

"Ini berarti kegiatan pertambangan hanya mencakup sekitar 0,5 persen dari total luas daratan atau hampir 1 persen dari kawasan hutan di negara ini," ujar Muchtazar.

Lebih lanjut, ia menekankan kontribusi ekonomi signifikan dari sektor pertambangan, yang menyumbang lebih dari 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional Indonesia di 2023 lalu.

"Sektor pertambangan menyediakan bahan dan bahan bakar penting yang dibutuhkan dunia, memainkan peran penting dalam ekonomi kita," sebutnya.

Ia pun menyerukan evaluasi berdasarkan data yang akurat dan perspektif yang seimbang untuk memastikan pembangunan berkelanjutan yang menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan.

"Dengan mendasarkan evaluasi kita pada data yang akurat, kita dapat memastikan pembangunan berkelanjutan yang menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan," tutur Muchtazar.

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa meskipun perusahaan-perusahaan yang memperhatikan konservasi hutan dan lingkungan secara umum belum mendapatkan harga produk premium dari pasar, namun para pelaku bisnis pertambangan yang bertanggung jawab tidak perlu khawatir.

"Karena mereka akan memiliki portfolio investasi yang lebih baik dan memiliki kemampuan untuk menjual material tambang ke pasar global yang memiliki standard keberlanjutan tinggi sehingga dapat mengurangi resiko dalam rantai pasoknya," katanya.

Baca juga: Momentum dan titik balik pengelolaan mineral kritis berkelanjutan
Baca juga: Pemerintah jamin industri tambang RI tetap jaga biodiversitas
Baca juga: RI-Afrika sepakat tingkatkan hilirisasi pertambangan bernilai tambah

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024