untuk menjamin hak-hak terdakwa atas pengadilan yang adil dan tepat waktu.
Satu pengadilan Mesir Senin menjatuhkan hukuman mati pemimpin Ikhwanul Muslimin serta 682 pendukungnya, dalam mengintensifkan tindakan keras terhadap gerakan yang bisa memicu
protes-protes, dan kekerasan politik sebelum pemilihan umum bulan depan.
Para terdakwa dituduh melakukan tindak kejahatan termasuk menghasut kekerasan, setelah tentara menggulingkan pemimpin terpilih Mohamed Moursi, seorang anggota senior Ikhwanul, pada Juli setelah protes massa terhadap pemerintahannya .
"Percobaan ini secara massal jelas melanggar hukum hak asasi manusia internasional," kata Catherine Ashton dalam perrnyataan.
" Tuduhan yang tepat terhadap setiap terdakwa masih tidak jelas, sebagian besar proses tidak memiliki standar dasar proses hukum dan muncul putusan yang tidak proporsional, gagal untuk mematuhi prinsip menghukum perorangan," katanya.
Ashton mengatakan, Uni Eropa prihatin mengeni kepatuhan Mesir terhadap kewajiban hak asasi manusia internasional, serta "keseriusan transisi Mesir menuju demokrasi."
"Uni Eropa menyerukan kepada otoritas Mesir untuk segera mengembalikan kecenderungan ini, yang membahayakan prospek untuk mengatasi perpecahan di masyarakat dan untuk memastikan kemajuan Mesir benar-benar menuju demokratis, stabil dan sejahtera," katanya.
(H-AK)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014