Tapi kita tidak bisa melakukan intervensi"
Pekanbaru (ANTARA News) - Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Tri Budiarto, menyatakan sangat kecewa terhadap pemerintah daerah Provinsi Riau yang belum mempersiapkan secara matang rencana aksi pencegahan polusi asap dari kebakaran lahan.
"Ternyata yang saya sayangkan, masih ada perbedaan persepsi mengenai betapa pentingnya masalah pencegahan ini. Apa yang BNPB anggap penting, ternyata disisi lainnya belum dianggap sesuatu yang penting oleh pemerintah daerah," kata Tri Budiarto pada Seminar "Solusi Tuntas Riau Bebas Asap" di Pekanbaru, Selasa.
Kekecewaan BNPB cukup beralasan karena pada Rapat Koordinasi Persiapan Penanggulangan Bencana Asap di Kantor Gubernur Riau di Pekanbaru pada Senin lalu (28/4), banyak pejabat kabupaten/kota di Riau tidak hadir.
Padahal, Tri Budiarto mengatakan, sebenarnya sangat besar harapan BNPB agar Gubernur, Bupati dan Wali Kota di Riau menjadi yang terdepan untuk mencegah agar kebakaran tidak terjadi lagi pada musim kemarau ekstrim pada pertengahan tahun ini.
Terlebih lagi, ia mengatakan pemerintah pusat awalnya sangat berharap Gubernur Riau memegang amanah untuk mencegah bencana asap setelah tongkat komando diserahkan dari Kepala BNPB Syamsul Maarif kepada Gubernur Riau Annas Maamun saat Status Darurat Asap Riau berakhir pada 4 April lalu.
"Tapi kita tidak bisa melakukan intervensi," kata Tri Budiarto.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menambahkan pemerintah daerah di Riau seharusnya bisa lebih proaktif dengan mengeluarkan peraturan maupun kebijakan untuk mencegah potensi kebakaran lahan akibat ulah manusia.
Namun, ia mengatakan Gubernur Riau dan pemerintah daerah di 12 kabupaten/kota di Riau belum membuat rencana aksi yang lebih detil dalam upaya preventif.
"Deklarasai Gubernur Riau untuk menempatkan lima orang di desa tiga orang di kecamatan tenaga pemadam kebakaran, ternyata di kabupaten/kota belum ada disusun. Berapa peronel yang diperlukan untuk TNI, Polri, Satuan Kerja Perangkat Daerah, berapa peralatan yang ada, bagaimana perusahaan yang ada dan sarananya yang ada, nampaknya belum dipersiapkan dengan baik," katanya.
Menurut dia, "Seminar Solusi Tuntas Bebas Asap" memang diharapkan bisa memberi masukan untuk pembentukan Instruksi Presiden terkait pencegahan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Namun, kondisi saat ini seharusnya pemerintah daerah lebih proaktif karena dalam kondisi berpacu dengan waktu mengingat musim kemarau ekstrim akan segera tiba.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Said Saqlul Amri, mengatakan Pemprov Riau masih melakukan harmonisasi untuk merampungkan penyusunan Rancangan Peraturan Gubernur Riau tentang Prosedur Tetap Pencegahan Bencana Asap. Sedangkan, rencana pembentukan tenaga pemadam kebakaran di tingkat desa dan kecamatan masih dibahas di Bappeda Riau. Rencananya, setiap petugas akan mendapat honor sebesar Rp300 ribu per bulan yang dibiayai APBD Riau.
"Kita masih mencari sumber pendanaan untuk pos anggaran itu, yang mungkin diambil dari Dana Pembangunan Desa. Anggarannya kemungkinan akan dimasukan ke APBD Perubahan yang disahkan pada bulan Juni nanti," katanya.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, Sugarin, mengatakan bahwa pengaruh El Nino lemah akan mengakibatkan kemarau kering mulai terjadi pada pertengahan bulan Mei hingga Oktober. Akibatnya, seluruh wilayah di Riau sangat tinggi potensinya untuk terjadi kebakaran.
"Yang perlu diwaspadai juga, arah angin akan bertiup dari selatan hingga barat daya menuju utara dan timur laut sehingga bila terjadi kebakaran hutan dan lahan, asap yang ditimbulkan akan berpotensi mengarah ke negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura," kata Sugarin.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014