Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Selasa menjatuhkan vonis hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Rudi Rubiandini, mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Majelis hakim yang diketuai oleh Amin Ismanto menyatakan Rudi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena menerima uang dari sejumlah perusahaan migas dan pejabat di lingkungan SKK Migas serta melakukan tindak pidana pencucian uang.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK, yang meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 10 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Rudi.
Majelis hakim yang terdiri dari Amin Ismanto, Matheus Samiadji, Purwono Edi Santoso, Anwar dan Ugo menilai bahwa Rudi memenuhi semua unsur dalam tiga dakwaan.
Dakwaan pertama, saat masih menjadi penyelenggara negara (sebagai Kepala SKK Migas) Rudi menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut untuk melakukan sesuatu yang bertentang dengan kewajibannya.
Rudi menerima uang 200.000 dolar Singapura dan 900 dolar AS dari pengusaha asal Singapura Widodo Ratanachaithong dan PT Kernel Oil Pte Limited (KOPL) melalui Simon Gunawan Tandjaya.
Uang tersebut diberikan supaya Rudi, sebagai Kepala SKK Migas, mengatur pelelangan minyak mentah dan kondensat bagian negara di SKK Migas.
Rudi juga menerima uang 522,5 ribu dolar AS dari Artha Meris Simbolon dan PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon. Penerimaan uang itu diterima oleh pelatih golf Rudi, Deviardi.
Artha Meris memberikan uang itu agar Rudi bersedia memberikan rekomendasi untuk menurunkan formula harga gas PT KPI ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Selain itu Rudi didakwa menjadi penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan karena kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Rudi menerima uang 600.000 dolar Singapura dari Wakil Kepala SKK Migas Yohanes Widjanarko, uang sejumlah 350 ribu dolar AS dari Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas Gerhard Rumesser dan dari kepala Divisi Penunjang SKK Migas Iwan Rahman sebesar 50 ribu dolar AS.
Penerimaan uang itu seluruhnya juga melalui Deviardi karena perintah Rudi dan disimpan di safe deposit box CIMB Niaga.
"Tempus kejadiannya bersamaan dengan jabatan terdakwa sebagai kepala SKK Migas dan diperoleh fakta hukum terdakwa bersama Deviardi memiliki rekening di CIMB Pondok Indah sehingga majelis hakim mendapat keyakinan kesalahan terdakwa," kata Anwar, anggota majelis hakim.
Rudi juga didakwa menyamarkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.
Harta yang dimaksud antara lain meliputi satu unit rumah di Jalan H. Ramli no 15 RT 011/RW 015 Tebet senilai Rp2 miliar, mobil volvo XC90 senilai Rp1,6 miliar dengan uang muka hasil penukaran uang 50 ribu dolar AS (senilai Rp498,75 juta), dan jam tangan Rolex senilai Rp106 juta.
Selain itu ada mobil Toyota Camry senilai Rp630,8 juta yang dibeli menggunakan dolar AS sejumlah 65 ribu dolar AS, jam tangan Citizeen Echo Drive, dan pembayaran Rp405 juta kepada Mazaya Wedding Organizer sebagai cicilan biaya pernikahan anak Rudi.
Rudi juga menukarkan mata uang asing dari safe deposit box milik Deviardi senilai Rp2,98 miliar dan menyimpan hingga 60 ribu dolar AS dan 252 ribu dolar Singapura di safe deposit box Deviardi ditambah uang dalam rekening Deviardi di Bank CIMB Niaga senilai Rp1,02 miliar.
Majelis hakim menyatakan tidak sependapat dengan pembelaan terdakwa, yang menyatakan tidak pernah meminta Deviardi menerima uang, memerintahkan dia mengembalikan uang yang diterima dari beberapa pihak serta membeli tanah dan barang berharga lain seperti tercantum dalam dakwaan.
"Dan menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan primer kesatu, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga," kata hakim Anwar.
Beda pendapat
Namun khusus untuk dakwaan kedua dari pasal 11 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hakim anggota dua Matheus Samiadji mengajukan pendapat perbeda.
"Tidak tepat dan tidak terbukti dakwaan kedua yang berasal dari pasal 11 UU Tipikor karena pasal tersebut mengenai hadiah dan janji yang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan jabatannya artinya kalau tidak jelas kepentingan apa yang diperjuangkan sehingga memberikan kepada pejabat atau pemberi itu ada hubungan dengan pejabat yang menerima tidak bisa dikenai pasal 11," kata Matheus.
Matheus mengatakan bahwa dakwaan kesatu subsider yang juga berasal dari pasal 11 UU Tipikor dengan jelas menyebutkan pemberian hadiah dari Widodo Ratanachaiton karena kewenangan atau kekuasaan Rudi sebagai Kepala SKK migas yang berwenang menentukan lelang terbatas.
Sedangkan pemberian dari Artha Meris Simbolon melalui Deviardi karena kewenangan Rudi sebagai Kepala SKK Migas untuk mengurangi harga gas kepada PT KPI sehingga ada kepentingan dari Widodo dan Artha Meris dalam memberi hadiah kepada Rudi.
"Berbeda dengan dakwaan kedua dari pasal 11 UU Tipikor karena tidak ada kepentingan Iwan Rachmand, Gerhard Rumesser dan Yohanes Widjanarko untuk memberikan uang kepada Rudi yang merupakan atasannya. Kalau pun benar pemberian-pemberian itu, maka bukan pasal 11 yang dikenakan ke terdakwa tapi ada pasal yang lebih tepat," jelasnya.
"Tidak setiap hadiah yang diberikan ke pejabat apalagi yang tidak jelas pemberian yang dimaksud tujuannya kepada pejabat dapat dikenai pasal 11 UU Tipikor, jadi dakwaan kedua tidak memenuhi unsur pidana, dan terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut," ungkap Matheus.
Namun karena mayoritas majelis hakim menyetujui tindak pidana Rudi, maka guru besar Institut Teknologi Bandung itu tetap dinyatakan bersalah.
Atas vonis tersebut, Rudi menyatakan menerima.
"Bismillahnirohmannirohim, dengan mengucap Innnalilahi wa inna Ilaihi rojiun, saya terima putusan ini dengan tegar dan ikhlas," kata Rudi sambil menangis.
Sedangkan jaksa penuntut umum KPK yang dipimpin oleh jaksa Riyono menyatakan pikir-pikir atas keputusan tersebut.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014