momentum bagi kita semua untuk merefleksikan kembali sejarah perjuangan Nen Dit Sakmas
Ambon (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tenggara (Malra) mengemukakan bahwa peringatan Hari Nen Dit Sakmas menjadi upaya untuk menjaga tradisi evav (setempat).

"Peringatan Hari Nen Dit Sakmas merupakan upaya bersama seluruh elemen masyarakat dan pemerintah daerah untuk melestarikan nilai-nilai budaya evav," kata Penjabat Bupati Maluku Tenggara Jasmono dalam keterangan yang diterima di Ambon, Minggu.

Menurut sejarahnya Nen Dit Sakmas sendiri merupakan Putri Raja Tebtut dari Bali, seorang Tokoh Perempuan Kei yang menjadi pelopor lahirnya nilai-nilai dan norma yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat di Kei Maluku Tenggara.

"Proses perjalanannya menjadi tonggak sejarah lahirnya Hawear Balwirin sebagai hukum yang perlu ditaati dan dilaksanakan, hukum dimaksud adalah Hukum Larvul Ngabal," ucap Jasmono.

Baca juga: Makanan tradisional Kei "Enbal" warisan budaya diapresiasi BPNB
Baca juga: Ribuan warga meriahkan atraksi "pukul sapu lidi" di Morella Maluku


Dalam rangkaian peringatan Hari Nen Dit Sakmas, Pemkab Maluku Tenggara menggelar beragam kegiatan yang puncaknya yakni Forkopimda Malra melakukan ziarah ke makam Rat Ohoi Vuur di Desa Letvuan dan Makam Nen Dit Sakmas di Ohoi Semawi.

“Ziarah ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan bagi Nen Dit Sakmas yang dianggap sebagai tokoh sentral lahirnya Hukum Larvul Ngabal,” kata Jasmono.

“Ini juga momentum bagi kita semua untuk merefleksikan kembali sejarah perjuangan Nen Dit Sakmas untuk meletakkan nilai-nilai budaya Larvul Ngabal di daerah ini,” tambahnya.

Jasmono menambahkan, setelah refleksi atau mengenang sejarah perjuangan yang dilakukan Nen Dit Sakmas, maka tugas masyarakat Malra saat ini adalah mengktualisasikan nilai perjuangan para leluhur dalam kehidupan sekarang dan ke depan.

Segala perbedaan yang ada, lanjutnya, harus dijadikan kekuatan bersama untuk menentukan masa depan masyarakat Malra yang lebih baik, bukan dibesar-besarkan hingga menimbulkan perpecahan.

“Di era industri 4.0 dan sekarang memasuki era 5.0, kita harus bisa menyaring berbagai budaya luar yang masuk, mana yang bisa diterima dan mana yang tidak,” tandasnya.

Baca juga: B'Gaya Efie dan K'Beta rilis busana muslim angkat budaya Maluku
Baca juga: Taman Budaya Provinsi Maluku gelar pameran karya seni
Baca juga: Tradisi Cuci Negeri Soya di Ambon dan makna kain gandong


Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024